⭐ Prosedur Berperkara Pengadilan Agama Bengkalis https://pa-bengkalis.go.id/layaanan-publik/prosedur-berperkara/prosedur-berperkara.feed 2024-09-17T02:30:11+07:00 Joomla! - Open Source Content Management Prosedur Pengambilan Produk Pengadilan 2019-09-25T10:00:05+07:00 2019-09-25T10:00:05+07:00 https://pa-bengkalis.go.id/layaanan-publik/prosedur-berperkara/prosedur-pengambilan-produk-pengadilan.html SLAMET FIRDAUS, S.Akun admin@pa-bengkalis.go.id <div class="feed-description"><h1 class="entry-title" style="text-align: center;"><strong><span style="text-decoration: underline;">Prosedur Pengambilan Produk Pengadilan</span></strong></h1> <div class="entry-content"> <p class="has-text-align-center"><strong> </strong></p> <p style="text-align: justify;">Dalam setiap perkara yang diajukan, pasti terdapat hasil. Entah hasil tersebut berupa kesimpulan, maupun yang lainnya. Yang dimaksud dengan hasil disini adalah produk yang dihasilkan setelah adanya tanggapan dari pengadilan sebagai umpan balik dari pengajuan perkara.</p> <p style="text-align: justify;">Produk pengadilan sendiri bermacam-macam. Meskipun secara garis besar terbagi menjadi dua, yakni <strong>putusan dan penetapan</strong>, sebagaimana yang disebutkan oleh Undang-Undang.</p> <p style="text-align: justify;">Akta cerai merupakan akta otentik yang dikeluarkan oleh pengadilan agama sebagai bukti telah terjadi perceraian. Akta cerai bisa diterbitkan jika gugatan dikabulkan oleh majelis hakim dan perkara tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht). Perkara dikatakan telah berkekuatan hukum tetap jika dalam waktu 14 hari sejak putusan dibacakan (dalam hal para pihak hadir), salah satu atau para pihak tidak mengajukan upaya hukum banding. Dalam hal pihak tidak hadir, maka perkara baru inkracht terhitung 14 hari sejak Pemberitahuan Isi Putusan disampaikan kepada pihak yang tidak hadir dan yang bersangkutan tidak melakukan upaya hukum banding (putusan kontradiktoir) atau verzet (putusan verstek).</p> <p style="text-align: justify;"><strong>Syarat pengambilan produk pengadilan :</strong></p> <ul style="text-align: justify;"> <li>Menyerahkan nomor perkara yang dimaksud</li> <li>Memperlihatkan KTP Asli dan menyerahkan fotokopinya.</li> <li>Membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp. 10.000 (sepuluh ribu rupiah) untuk akta cerai dan.</li> <li>Biaya salinan putusan/penetapan @ Rp. 500 per lembar (Lima ratus rupiah perlembar)</li> <li>Jika menguasakan kepada orang lain untuk mengambil akta cerai, maka di samping fotokopi KTP pemberi dan penerima kuasa, juga menyerahkan Surat Keterangan yang menyatakan bahwa penerima kuasa adalah orang tua dan atau saudara kandung yang dikeluarkan oleh Kepala Desa/Lurah setempat.</li> </ul> <p style="text-align: justify;"><strong>PERSYARATAN PENGAMBILAN DUPLIKAT AKTE CERAI</strong></p> <ul> <li style="text-align: justify;">Surat Keterangan Kehilangan dari Kepolisian;</li> <li style="text-align: justify;">Surat Keterangan dari Kelurahan bahwa setelah bercerai belum pernah menikah lagi;</li> <li style="text-align: justify;">Fotokopi KTP yang masih berlaku.</li> </ul> <p style="text-align: left;"><span style="text-decoration: underline; font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;"><strong>Prosedur Pengambilan Salinan Penetapan / Putusan</strong></span></p> <table border="1" cellspacing="0" cellpadding="0"> <tbody> <tr> <td style="width: 21.05pt; border: 1pt solid windowtext; padding: 0cm 5.4pt;" valign="top" width="28"> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">1.</span></p> </td> <td style="width: 446.45pt; border-color: windowtext windowtext windowtext currentcolor; border-style: solid solid solid none; border-width: 1pt 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt;" valign="top" width="538"> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">Diambil Sendiri :</span></p> </td> </tr> <tr> <td style="width: 21.05pt; padding: 0cm 5.4pt;" valign="top" width="28"> </td> <td style="width: 446.45pt; padding: 0cm 5.4pt;" valign="top" width="538"> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">Para pihak secara pribadi datang menghadap petugas Meja III dengan membawa bukti identitas diri dan identitas perkara yang bersangkutan (contoh : SKUM, Relas Panggilan);</span></p> </td> </tr> <tr> <td style="width: 21.05pt; padding: 0cm 5.4pt;" valign="top" width="28"> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">2.</span></p> </td> <td style="width: 446.45pt; padding: 0cm 5.4pt;" valign="top" width="538"> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">Diambil oleh kuasa keluarga (Insidentil) :</span></p> </td> </tr> <tr> <td style="width: 21.05pt; padding: 0cm 5.4pt;" valign="top" width="28"> </td> <td style="width: 446.45pt; padding: 0cm 5.4pt;" valign="top" width="538"> <p style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 18pt; text-indent: -18pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">-<span style="line-height: normal;">        </span>Membawa surat kuasa, yang didalamnya menyebut secara jelas untuk pengambilan salinan putusan / penetapan dengan menyebutkan nomor perkara.</span></p> <p style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 18pt; text-indent: -18pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">-<span style="line-height: normal;">        </span>Fotocopy identitas Pemberi Kuasa dan Penerima Kuasa.</span></p> </td> </tr> <tr> <td style="width: 21.05pt; padding: 0cm 5.4pt;" valign="top" width="28"> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">3.</span></p> </td> <td style="width: 446.45pt; padding: 0cm 5.4pt;" valign="top" width="538"> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">Diambil Oleh Kuasa Hukumnya / Advokat / Pengacara :</span></p> </td> </tr> <tr> <td style="width: 21.05pt; padding: 0cm 5.4pt;" valign="top" width="28"> </td> <td style="width: 446.45pt; padding: 0cm 5.4pt;" valign="top" width="538"> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">Dalam surat kuasa harus secara kongkrit menyebut keperluan seperti pengambilan Salinan Putusan / Penetapan.</span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">Apabila dalam surat kuasa untuk beracara belum disebut secara jelas maka harus ada surat kuasa tersendiri yang isinya untuk pengambilan Salinan Putusan / Penetapan.</span></p> </td> </tr> <tr> <td style="width: 21.05pt; padding: 0cm 5.4pt;" valign="top" width="28"> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">4.</span></p> </td> <td style="width: 446.45pt; padding: 0cm 5.4pt;" valign="top" width="538"> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">Membayar biaya sesuai tarif jenis PNBP dan hak Kepaniteraan Lainnya berdasarkan PP. Nomor 53 tahun 2008 tanggal 23 Juli 2008 melalui Kasir atau petugas yang di tunjuk untuk itu sebesar setiap lembar @ Rp. 300,-</span></p> </td> </tr> <tr> <td style="width: 21.05pt; padding: 0cm 5.4pt;" valign="top" width="28"> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">5.</span></p> </td> <td style="width: 446.45pt; padding: 0cm 5.4pt;" valign="top" width="538"> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">Petugas Meja III menyerahkan salinan putusan / penetapan kepada pihak serta membuatkan tanda terima bukti penyerahan.</span></p> </td> </tr> </tbody> </table> <p> </p> <h2><span style="text-decoration: underline; font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;"><strong>Prosedur Pengambilan Akta Cerai</strong></span></h2> <table border="0"> <tbody> <tr> <td style="text-align: justify;" colspan="2"> <p><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;"><strong>Pengertian Akta Cerai :</strong></span></p> <p><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">Akta cerai merupakan akta otentik yang dikeluarkan oleh pengadilan agama sebagai bukti telah terjadi perceraian. Akta cerai bisa diterbitkan jika gugatan dikabulkan oleh majelis hakim dan perkara tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht). Perkara dikatakan telah berkekuatan hukum tetap jika dalam waktu 14 hari sejak putusan dibacakan (dalam hal para pihak hadir), salah satu atau para pihak tidak mengajukan upaya hukum banding. Dalam hal pihak tidak hadir, maka perkara baru inkracht terhitung 14 hari sejak pemberitahuan isi putusan disampaikan kepada pihak yang tidak hadir dan yang bersangkutan tidak melakukan upaya hukum banding (putusan kontradiktoir) atau verzet (putusan verstek).</span></p> </td> </tr> <tr> <td colspan="2"> </td> </tr> <tr> <td colspan="2"> <p><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;"><strong>Syarat  mengambil Akta Cerai:</strong></span></p> </td> </tr> <tr> <td><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">1.</span></td> <td><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">Menyerahkan nomor perkara yang dimaksud.</span></td> </tr> <tr> <td><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">2.</span></td> <td><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">Memperlihatkan KTP Asli dan menyerahkan fotokopinya.</span></td> </tr> <tr> <td><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">3.</span></td> <td> <p><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">Membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yakni  Rp. 10.000 (sepuluh ribu rupiah)</span></p> </td> </tr> <tr> <td><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">4.</span></td> <td style="text-align: justify;"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">Jika menguasakan kepada orang lain untuk mengambil akta cerai, maka  di samping fotokopi KTP pemberi dan penerima kuasa, juga menyerahkan Asli Surat Kuasa bermeterai 6000 yang diketahui oleh Kepala Desa/Lurah setempat.</span></td> </tr> </tbody> </table> </div></div> <div class="feed-description"><h1 class="entry-title" style="text-align: center;"><strong><span style="text-decoration: underline;">Prosedur Pengambilan Produk Pengadilan</span></strong></h1> <div class="entry-content"> <p class="has-text-align-center"><strong> </strong></p> <p style="text-align: justify;">Dalam setiap perkara yang diajukan, pasti terdapat hasil. Entah hasil tersebut berupa kesimpulan, maupun yang lainnya. Yang dimaksud dengan hasil disini adalah produk yang dihasilkan setelah adanya tanggapan dari pengadilan sebagai umpan balik dari pengajuan perkara.</p> <p style="text-align: justify;">Produk pengadilan sendiri bermacam-macam. Meskipun secara garis besar terbagi menjadi dua, yakni <strong>putusan dan penetapan</strong>, sebagaimana yang disebutkan oleh Undang-Undang.</p> <p style="text-align: justify;">Akta cerai merupakan akta otentik yang dikeluarkan oleh pengadilan agama sebagai bukti telah terjadi perceraian. Akta cerai bisa diterbitkan jika gugatan dikabulkan oleh majelis hakim dan perkara tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht). Perkara dikatakan telah berkekuatan hukum tetap jika dalam waktu 14 hari sejak putusan dibacakan (dalam hal para pihak hadir), salah satu atau para pihak tidak mengajukan upaya hukum banding. Dalam hal pihak tidak hadir, maka perkara baru inkracht terhitung 14 hari sejak Pemberitahuan Isi Putusan disampaikan kepada pihak yang tidak hadir dan yang bersangkutan tidak melakukan upaya hukum banding (putusan kontradiktoir) atau verzet (putusan verstek).</p> <p style="text-align: justify;"><strong>Syarat pengambilan produk pengadilan :</strong></p> <ul style="text-align: justify;"> <li>Menyerahkan nomor perkara yang dimaksud</li> <li>Memperlihatkan KTP Asli dan menyerahkan fotokopinya.</li> <li>Membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp. 10.000 (sepuluh ribu rupiah) untuk akta cerai dan.</li> <li>Biaya salinan putusan/penetapan @ Rp. 500 per lembar (Lima ratus rupiah perlembar)</li> <li>Jika menguasakan kepada orang lain untuk mengambil akta cerai, maka di samping fotokopi KTP pemberi dan penerima kuasa, juga menyerahkan Surat Keterangan yang menyatakan bahwa penerima kuasa adalah orang tua dan atau saudara kandung yang dikeluarkan oleh Kepala Desa/Lurah setempat.</li> </ul> <p style="text-align: justify;"><strong>PERSYARATAN PENGAMBILAN DUPLIKAT AKTE CERAI</strong></p> <ul> <li style="text-align: justify;">Surat Keterangan Kehilangan dari Kepolisian;</li> <li style="text-align: justify;">Surat Keterangan dari Kelurahan bahwa setelah bercerai belum pernah menikah lagi;</li> <li style="text-align: justify;">Fotokopi KTP yang masih berlaku.</li> </ul> <p style="text-align: left;"><span style="text-decoration: underline; font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;"><strong>Prosedur Pengambilan Salinan Penetapan / Putusan</strong></span></p> <table border="1" cellspacing="0" cellpadding="0"> <tbody> <tr> <td style="width: 21.05pt; border: 1pt solid windowtext; padding: 0cm 5.4pt;" valign="top" width="28"> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">1.</span></p> </td> <td style="width: 446.45pt; border-color: windowtext windowtext windowtext currentcolor; border-style: solid solid solid none; border-width: 1pt 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt;" valign="top" width="538"> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">Diambil Sendiri :</span></p> </td> </tr> <tr> <td style="width: 21.05pt; padding: 0cm 5.4pt;" valign="top" width="28"> </td> <td style="width: 446.45pt; padding: 0cm 5.4pt;" valign="top" width="538"> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">Para pihak secara pribadi datang menghadap petugas Meja III dengan membawa bukti identitas diri dan identitas perkara yang bersangkutan (contoh : SKUM, Relas Panggilan);</span></p> </td> </tr> <tr> <td style="width: 21.05pt; padding: 0cm 5.4pt;" valign="top" width="28"> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">2.</span></p> </td> <td style="width: 446.45pt; padding: 0cm 5.4pt;" valign="top" width="538"> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">Diambil oleh kuasa keluarga (Insidentil) :</span></p> </td> </tr> <tr> <td style="width: 21.05pt; padding: 0cm 5.4pt;" valign="top" width="28"> </td> <td style="width: 446.45pt; padding: 0cm 5.4pt;" valign="top" width="538"> <p style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 18pt; text-indent: -18pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">-<span style="line-height: normal;">        </span>Membawa surat kuasa, yang didalamnya menyebut secara jelas untuk pengambilan salinan putusan / penetapan dengan menyebutkan nomor perkara.</span></p> <p style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 18pt; text-indent: -18pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">-<span style="line-height: normal;">        </span>Fotocopy identitas Pemberi Kuasa dan Penerima Kuasa.</span></p> </td> </tr> <tr> <td style="width: 21.05pt; padding: 0cm 5.4pt;" valign="top" width="28"> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">3.</span></p> </td> <td style="width: 446.45pt; padding: 0cm 5.4pt;" valign="top" width="538"> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">Diambil Oleh Kuasa Hukumnya / Advokat / Pengacara :</span></p> </td> </tr> <tr> <td style="width: 21.05pt; padding: 0cm 5.4pt;" valign="top" width="28"> </td> <td style="width: 446.45pt; padding: 0cm 5.4pt;" valign="top" width="538"> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">Dalam surat kuasa harus secara kongkrit menyebut keperluan seperti pengambilan Salinan Putusan / Penetapan.</span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">Apabila dalam surat kuasa untuk beracara belum disebut secara jelas maka harus ada surat kuasa tersendiri yang isinya untuk pengambilan Salinan Putusan / Penetapan.</span></p> </td> </tr> <tr> <td style="width: 21.05pt; padding: 0cm 5.4pt;" valign="top" width="28"> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">4.</span></p> </td> <td style="width: 446.45pt; padding: 0cm 5.4pt;" valign="top" width="538"> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">Membayar biaya sesuai tarif jenis PNBP dan hak Kepaniteraan Lainnya berdasarkan PP. Nomor 53 tahun 2008 tanggal 23 Juli 2008 melalui Kasir atau petugas yang di tunjuk untuk itu sebesar setiap lembar @ Rp. 300,-</span></p> </td> </tr> <tr> <td style="width: 21.05pt; padding: 0cm 5.4pt;" valign="top" width="28"> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">5.</span></p> </td> <td style="width: 446.45pt; padding: 0cm 5.4pt;" valign="top" width="538"> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">Petugas Meja III menyerahkan salinan putusan / penetapan kepada pihak serta membuatkan tanda terima bukti penyerahan.</span></p> </td> </tr> </tbody> </table> <p> </p> <h2><span style="text-decoration: underline; font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;"><strong>Prosedur Pengambilan Akta Cerai</strong></span></h2> <table border="0"> <tbody> <tr> <td style="text-align: justify;" colspan="2"> <p><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;"><strong>Pengertian Akta Cerai :</strong></span></p> <p><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">Akta cerai merupakan akta otentik yang dikeluarkan oleh pengadilan agama sebagai bukti telah terjadi perceraian. Akta cerai bisa diterbitkan jika gugatan dikabulkan oleh majelis hakim dan perkara tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht). Perkara dikatakan telah berkekuatan hukum tetap jika dalam waktu 14 hari sejak putusan dibacakan (dalam hal para pihak hadir), salah satu atau para pihak tidak mengajukan upaya hukum banding. Dalam hal pihak tidak hadir, maka perkara baru inkracht terhitung 14 hari sejak pemberitahuan isi putusan disampaikan kepada pihak yang tidak hadir dan yang bersangkutan tidak melakukan upaya hukum banding (putusan kontradiktoir) atau verzet (putusan verstek).</span></p> </td> </tr> <tr> <td colspan="2"> </td> </tr> <tr> <td colspan="2"> <p><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;"><strong>Syarat  mengambil Akta Cerai:</strong></span></p> </td> </tr> <tr> <td><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">1.</span></td> <td><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">Menyerahkan nomor perkara yang dimaksud.</span></td> </tr> <tr> <td><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">2.</span></td> <td><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">Memperlihatkan KTP Asli dan menyerahkan fotokopinya.</span></td> </tr> <tr> <td><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">3.</span></td> <td> <p><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">Membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yakni  Rp. 10.000 (sepuluh ribu rupiah)</span></p> </td> </tr> <tr> <td><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">4.</span></td> <td style="text-align: justify;"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'book antiqua', palatino;">Jika menguasakan kepada orang lain untuk mengambil akta cerai, maka  di samping fotokopi KTP pemberi dan penerima kuasa, juga menyerahkan Asli Surat Kuasa bermeterai 6000 yang diketahui oleh Kepala Desa/Lurah setempat.</span></td> </tr> </tbody> </table> </div></div> Pengajuan Perkara di Tingkat Pertama 2018-09-25T10:00:05+07:00 2018-09-25T10:00:05+07:00 https://pa-bengkalis.go.id/layaanan-publik/prosedur-berperkara/prosedur-berperkara-tingkat-pertama.html SLAMET FIRDAUS, S.Akun admin@pa-bengkalis.go.id <div class="feed-description"><h3 style="text-align: center;"><span style="text-decoration: underline;"><strong>Prosedur Pendaftaran Perkara Tingkat Pertama</strong></span></h3> <div class="entry-content clearfix"> <p style="text-align: justify;">1) Sistem pelayanan perkara di PengadilanAgama/Mahkamah Syar’iyah menggunakan sistem meja, yaitu sistem kelompok kerja yang terdiri dari: Meja I (termasuk di dalamnya Kasir), Meja II dan Meja III.</p> <p style="text-align: justify;">2)  Petugas Meja I menerima gugatan, permohonan, verzet, permohonan   eksekusi   dan   perlawanan   pihak   ketiga (<em>derden verzet</em>).</p> <p style="text-align: justify;">3)   Perlawanan atas  putusan <em>verstek </em>(<em>v</em><em>erzet</em>) tidak  didaftar sebagai perkara baru, akan tetapi menggunakan nomor perkara  semula  (<em>verstek</em>)  dan  Pelawan  dibebani  biaya untuk pemanggilan dan pemberitahuan pihak-pihak yang ditaksir oleh petugas Meja I.</p> <p style="text-align: justify;">4)    Perlawanan pihak ketiga (<em>derden verzet</em>) didaftar sebagai perkara baru.</p> <p style="text-align: justify;">5)    Dalam pendaftaran perkara, dokumen yang  perlu diserahkan kepada petugas Meja I adalah:</p> <p style="text-align: justify;">a) Surat  gugatan  atau  surat  permohonan  yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah yang berwenang.</p> <p style="text-align: justify;">b) Surat Kuasa Khusus (dalam hal  Penggugat  atau  Pemohon menguasakan kepada pihak lain).</p> <p style="text-align: justify;">c)  Fotokopi Kartu  Anggota Advokat bagi  yang menggunakan jasa advokat.</p> <p style="text-align: justify;">d)  Bagi  Kuasa  Insidentil, harus   ada   surat keterangan tentang hubungan keluarga dari Kepala Desa / Lurah/gampong/nagari dan/atau surat izin khusus dari atasan bagi PNS dan Anggota TNI/Polri. (Surat Edaran TUADA ULDILTUN MARI No. MA/KUMDIL/8810/1987).</p> <p style="text-align: justify;">e)   Salinan putusan (untuk permohonan eksekusi).</p> <p style="text-align: justify;">f) Salinan surat-surat yang  dibuat  di luar negeri yang disahkan oleh Kedutaan atau perwakilan Indonesia di negara tersebut, dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah yang disumpah.</p> <p style="text-align: justify;">6)  Surat gugatan / permohonan diserahkan  kepada petugas Meja I sebanyak jumlah pihak, ditambah 3 (tiga) rangkap untuk Majelis Hakim.</p> <p style="text-align: justify;">7)  Petugas  Meja I menerima  dan  memeriksa kelengkapan berkas dengan menggunakan daftar periksa (<em>check list</em>).</p> <p style="text-align: justify;">8)   Dalam  menaksir   panjar  biaya   perkara,  petugas Meja I berpedoman pada Surat Keputusan Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah  Syar’iyah  tentang  Panjar  Biaya Perkara.</p> <p style="text-align: justify;">9)   Dalam  menentukan  panjar  biaya  perkara,  Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah harus merujuk Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2008 tentang PNBP, Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2009 tentang Biaya Proses Penyelesaian Perkara dan Pengelolaannya Pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan Yang Berada Di Bawahnya serta peraturan terkait lainnya.</p> <p style="text-align: justify;">10) Komponen PNBP yang ditaksir meliputi biaya pendaftaran dan hak  redaksi, sedangkan biaya PNBP di  luar biaya pendaftaran dan hak redaksi ditaksir sendiri, tidak masuk panjar biaya.</p> <p style="text-align: justify;">11) Dalam   menaksir    panjar    biaya     perkara perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:</p> <p style="text-align: justify;">a)   Jumlah pihak yang berperkara.</p> <p style="text-align: justify;">b)   Jarak tempat tinggal dan kondisi daerah para pihak (radius).</p> <p style="text-align: justify;">c)   Untuk perkara cerai talak harus diperhitungkan juga biaya pemanggilan para pihak untuk sidang ikrar talak.</p> <p style="text-align: justify;">d)    Biaya  pemanggilan  para  pihak  untuk  menghadiri proses mediasi lebih dahulu dibebankan kepada pihak Penggugat melalui uang panjar biaya perkara.</p> <p style="text-align: justify;">12) Setelah menaksir panjar biaya perkara, petugas Meja I membuat Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dalam rangkap 4 (empat) :</p> <p style="text-align: justify;">a)   Lembar pertama warna hijau untuk bank.</p> <p style="text-align: justify;">b)   Lembar   kedua   wana   putih   untuk   Penggugat   / Pemohon.</p> <p style="text-align: justify;">c)   Lembar ketiga warna merah untuk Kasir.</p> <p style="text-align: justify;">d)   Lembar  keempat  warna  kuning  untuk  dimasukkan dalam berkas.</p> <p style="text-align: justify;">13) Surat  Keputusan   Ketua   Pengadilan  Agama/ Mahkamah Syar’iyah tentang Panjar  Biaya  Perkara harus  ditempel pada papan pengumuman Pengadilan Agana.</p> <p style="text-align: justify;">14) Petugas  Meja I  mengembalikan  berkas  kepada Penggugat/Pemohon untuk diteruskan kepada Kasir.</p> <p style="text-align: justify;">15) Penggugat/Pemohon  membayar  uang  panjar  biaya perkara yang tercantum dalam SKUM ke bank.</p> <p style="text-align: justify;">16) Pemegang Kas menerima bukti setor ke bank dari Penggugat/Pemohon dan membukukannya dalam Buku Jurnal Keuangan Perkara.</p> <p style="text-align: justify;">17) Pemegang  Kas  memberi  nomor,  membubuhkan  tanda tangan dan cap tanda lunas pada SKUM.</p> <p style="text-align: justify;">18) Nomor urut perkara adalah nomor urut pada Buku Jurnal Keuangan Perkara.</p> <p style="text-align: justify;">19) Pemegang Kas menyerahkan satu rangkap surat gugatan/permohonan yang telah diberi nomor perkara berikut SKUM kepada Penggugat/ Pemohon agar didaftarkan di Meja II.</p> <p style="text-align: justify;">20) Petugas Meja II mencatat perkara tersebut dalam Buku Register  Induk  Gugatan/Permohonan  sesuai  dengan nomor perkara yang tercantum pada SKUM.</p> <p style="text-align: justify;">21) Petugas Meja II menyerahkan satu rangkap surat gugatan/permohonan yang telah terdaftar berikut SKUM rangkap pertama kepada Penggugat/ Pemohon.</p> <p style="text-align: justify;">22) Petugas   Meja   II   memasukkan   surat   gugatan/ permohonan tersebut dalam map berkas perkara yang telah dilengkapi dengan formulir : PMH, Penunjukan Panitera Pengganti, Penunjukan Jurusita Pengganti, PHS dan Instrumen.</p> <p style="text-align: justify;">23) Petugas  Meja  II  menyerahkan  berkas  kepada  Panitera melalui Wakil Panitera untuk disampaikan kepada Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah.</p> <p style="text-align: justify;">24) Dalam  waktu  paling  lambat  2  (dua)  hari  kerja  berkas perkara sebagaimana angka (22) di atas harus sudah diterima oleh Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah.</p> <p style="text-align: justify;">25) Prosedur pengajuan berperkara secara prodeo atau LPBP mengacu kepada ketentuan PERMA Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu Di Pengadilan atau lebih khusus sudah diatur dalam petunjuk teknis yang diterbitkan Badilag dengan Surat Edaran Nomor 0508.a/DjA/HK.00/III/2014 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu Di Pengadilan.</p> </div></div> <div class="feed-description"><h3 style="text-align: center;"><span style="text-decoration: underline;"><strong>Prosedur Pendaftaran Perkara Tingkat Pertama</strong></span></h3> <div class="entry-content clearfix"> <p style="text-align: justify;">1) Sistem pelayanan perkara di PengadilanAgama/Mahkamah Syar’iyah menggunakan sistem meja, yaitu sistem kelompok kerja yang terdiri dari: Meja I (termasuk di dalamnya Kasir), Meja II dan Meja III.</p> <p style="text-align: justify;">2)  Petugas Meja I menerima gugatan, permohonan, verzet, permohonan   eksekusi   dan   perlawanan   pihak   ketiga (<em>derden verzet</em>).</p> <p style="text-align: justify;">3)   Perlawanan atas  putusan <em>verstek </em>(<em>v</em><em>erzet</em>) tidak  didaftar sebagai perkara baru, akan tetapi menggunakan nomor perkara  semula  (<em>verstek</em>)  dan  Pelawan  dibebani  biaya untuk pemanggilan dan pemberitahuan pihak-pihak yang ditaksir oleh petugas Meja I.</p> <p style="text-align: justify;">4)    Perlawanan pihak ketiga (<em>derden verzet</em>) didaftar sebagai perkara baru.</p> <p style="text-align: justify;">5)    Dalam pendaftaran perkara, dokumen yang  perlu diserahkan kepada petugas Meja I adalah:</p> <p style="text-align: justify;">a) Surat  gugatan  atau  surat  permohonan  yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah yang berwenang.</p> <p style="text-align: justify;">b) Surat Kuasa Khusus (dalam hal  Penggugat  atau  Pemohon menguasakan kepada pihak lain).</p> <p style="text-align: justify;">c)  Fotokopi Kartu  Anggota Advokat bagi  yang menggunakan jasa advokat.</p> <p style="text-align: justify;">d)  Bagi  Kuasa  Insidentil, harus   ada   surat keterangan tentang hubungan keluarga dari Kepala Desa / Lurah/gampong/nagari dan/atau surat izin khusus dari atasan bagi PNS dan Anggota TNI/Polri. (Surat Edaran TUADA ULDILTUN MARI No. MA/KUMDIL/8810/1987).</p> <p style="text-align: justify;">e)   Salinan putusan (untuk permohonan eksekusi).</p> <p style="text-align: justify;">f) Salinan surat-surat yang  dibuat  di luar negeri yang disahkan oleh Kedutaan atau perwakilan Indonesia di negara tersebut, dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah yang disumpah.</p> <p style="text-align: justify;">6)  Surat gugatan / permohonan diserahkan  kepada petugas Meja I sebanyak jumlah pihak, ditambah 3 (tiga) rangkap untuk Majelis Hakim.</p> <p style="text-align: justify;">7)  Petugas  Meja I menerima  dan  memeriksa kelengkapan berkas dengan menggunakan daftar periksa (<em>check list</em>).</p> <p style="text-align: justify;">8)   Dalam  menaksir   panjar  biaya   perkara,  petugas Meja I berpedoman pada Surat Keputusan Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah  Syar’iyah  tentang  Panjar  Biaya Perkara.</p> <p style="text-align: justify;">9)   Dalam  menentukan  panjar  biaya  perkara,  Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah harus merujuk Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2008 tentang PNBP, Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2009 tentang Biaya Proses Penyelesaian Perkara dan Pengelolaannya Pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan Yang Berada Di Bawahnya serta peraturan terkait lainnya.</p> <p style="text-align: justify;">10) Komponen PNBP yang ditaksir meliputi biaya pendaftaran dan hak  redaksi, sedangkan biaya PNBP di  luar biaya pendaftaran dan hak redaksi ditaksir sendiri, tidak masuk panjar biaya.</p> <p style="text-align: justify;">11) Dalam   menaksir    panjar    biaya     perkara perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:</p> <p style="text-align: justify;">a)   Jumlah pihak yang berperkara.</p> <p style="text-align: justify;">b)   Jarak tempat tinggal dan kondisi daerah para pihak (radius).</p> <p style="text-align: justify;">c)   Untuk perkara cerai talak harus diperhitungkan juga biaya pemanggilan para pihak untuk sidang ikrar talak.</p> <p style="text-align: justify;">d)    Biaya  pemanggilan  para  pihak  untuk  menghadiri proses mediasi lebih dahulu dibebankan kepada pihak Penggugat melalui uang panjar biaya perkara.</p> <p style="text-align: justify;">12) Setelah menaksir panjar biaya perkara, petugas Meja I membuat Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dalam rangkap 4 (empat) :</p> <p style="text-align: justify;">a)   Lembar pertama warna hijau untuk bank.</p> <p style="text-align: justify;">b)   Lembar   kedua   wana   putih   untuk   Penggugat   / Pemohon.</p> <p style="text-align: justify;">c)   Lembar ketiga warna merah untuk Kasir.</p> <p style="text-align: justify;">d)   Lembar  keempat  warna  kuning  untuk  dimasukkan dalam berkas.</p> <p style="text-align: justify;">13) Surat  Keputusan   Ketua   Pengadilan  Agama/ Mahkamah Syar’iyah tentang Panjar  Biaya  Perkara harus  ditempel pada papan pengumuman Pengadilan Agana.</p> <p style="text-align: justify;">14) Petugas  Meja I  mengembalikan  berkas  kepada Penggugat/Pemohon untuk diteruskan kepada Kasir.</p> <p style="text-align: justify;">15) Penggugat/Pemohon  membayar  uang  panjar  biaya perkara yang tercantum dalam SKUM ke bank.</p> <p style="text-align: justify;">16) Pemegang Kas menerima bukti setor ke bank dari Penggugat/Pemohon dan membukukannya dalam Buku Jurnal Keuangan Perkara.</p> <p style="text-align: justify;">17) Pemegang  Kas  memberi  nomor,  membubuhkan  tanda tangan dan cap tanda lunas pada SKUM.</p> <p style="text-align: justify;">18) Nomor urut perkara adalah nomor urut pada Buku Jurnal Keuangan Perkara.</p> <p style="text-align: justify;">19) Pemegang Kas menyerahkan satu rangkap surat gugatan/permohonan yang telah diberi nomor perkara berikut SKUM kepada Penggugat/ Pemohon agar didaftarkan di Meja II.</p> <p style="text-align: justify;">20) Petugas Meja II mencatat perkara tersebut dalam Buku Register  Induk  Gugatan/Permohonan  sesuai  dengan nomor perkara yang tercantum pada SKUM.</p> <p style="text-align: justify;">21) Petugas Meja II menyerahkan satu rangkap surat gugatan/permohonan yang telah terdaftar berikut SKUM rangkap pertama kepada Penggugat/ Pemohon.</p> <p style="text-align: justify;">22) Petugas   Meja   II   memasukkan   surat   gugatan/ permohonan tersebut dalam map berkas perkara yang telah dilengkapi dengan formulir : PMH, Penunjukan Panitera Pengganti, Penunjukan Jurusita Pengganti, PHS dan Instrumen.</p> <p style="text-align: justify;">23) Petugas  Meja  II  menyerahkan  berkas  kepada  Panitera melalui Wakil Panitera untuk disampaikan kepada Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah.</p> <p style="text-align: justify;">24) Dalam  waktu  paling  lambat  2  (dua)  hari  kerja  berkas perkara sebagaimana angka (22) di atas harus sudah diterima oleh Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah.</p> <p style="text-align: justify;">25) Prosedur pengajuan berperkara secara prodeo atau LPBP mengacu kepada ketentuan PERMA Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu Di Pengadilan atau lebih khusus sudah diatur dalam petunjuk teknis yang diterbitkan Badilag dengan Surat Edaran Nomor 0508.a/DjA/HK.00/III/2014 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu Di Pengadilan.</p> </div></div> Pendaftaran Perkara Banding 2018-09-25T10:00:05+07:00 2018-09-25T10:00:05+07:00 https://pa-bengkalis.go.id/layaanan-publik/prosedur-berperkara/prosedur-berperkara-tingkat-banding.html SLAMET FIRDAUS, S.Akun admin@pa-bengkalis.go.id <div class="feed-description"><div id="main" class="clearfix"> <div class="inner-wrap clearfix"> <div id="primary"> <div id="content" class="clearfix"> <h3 class="entry-content clearfix" style="text-align: center;"><strong><span style="text-decoration: underline;">Prosedur Pendaftaran Perkara Banding</span></strong></h3> <div class="entry-content clearfix" style="text-align: center;"> <p style="text-align: justify;">1)    Permohonan banding didaftarkan kepada petugas Meja I Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah.</p> <p style="text-align: justify;">2)   Tenggang waktu banding adalah sebagai berikut:</p> <p style="text-align: justify;">a)   Permohonan banding dapat diajukan dalam waktu 14 (empat belas) hari  setelah putusan diucapkan atau setelah diberitahukan dalam hal putusan tersebut diucapkan di luar hadir.</p> <p style="text-align: justify;">b)  Penghitungan  waktu  14  (empat  belas)  hari  dimulai pada  hari  berikutnya  (besoknya)  setelah  putusan diucapkan atau  setelah  putusan  diberitahukan, dan apabila hari ke-14 (keempat belas) jatuh pada hari libur, maka diperpanjang sampai hari kerja berikutnya.</p> <p style="text-align: justify;">c)   Terhadap permohonan banding yang diajukan melampaui  tenggang  waktu  tersebut  di  atas  tetap dapat diterima dan dicatat, kemudian Panitera membuat surat keterangan bahwa permohonan banding telah lampau waktu.</p> <p style="text-align: justify;">3)  Petugas Meja I menaksir besarnya panjar biaya banding berpedoman pada Surat Keputusan Ketua Pengadilan Agama /Mahkamah Syar’iyah tentang Panjar Biaya Perkara kemudian dituangkan dalam SKUM, yang terdiri dari:</p> <p style="text-align: justify;">a)   Biaya pendaftaran.</p> <p style="text-align: justify;">b)   Biaya banding yang dikirimkan ke Pengadilan Tinggi Agama/  Mahkamah Syar’iyah  Aceh  yang  besarnya sebagaimana diatur dalam PERMA Nomor 03 Tahun 2012.</p> <p style="text-align: justify;">c)   Ongkos  pengiriman  biaya  banding  melalui  bank/kantor pos.</p> <p style="text-align: justify;">d)   Biaya fotokopi / penggandaan dan pemberkasan.</p> <p style="text-align: justify;">e)   Ongkos pengiriman berkas perkara banding.</p> <p style="text-align: justify;">f)   Ongkos jalan petugas pengiriman.</p> <p style="text-align: justify;">g)   Biaya pemberitahuan, yang berupa:</p> <p style="text-align: justify;">(1)  Biaya pemberitahuan akta banding.</p> <p style="text-align: justify;">(2)  Biaya pemberitahuan memori banding.</p> <p style="text-align: justify;">(3)  Biaya pemberitahuan kontra memori banding.</p> <p style="text-align: justify;">(4)  Biaya pemberitahuan memeriksa berkas (<em>inzage</em>) bagi Pembanding</p> <p style="text-align: justify;">(5)  Biaya pemberitahuan memeriksa berkas (<em>inzage</em>) bagi Terbanding</p> <p style="text-align: justify;">(6)  Biaya pemberitahuan amar putusan bagi Pembanding</p> <p style="text-align: justify;">(7)  Biaya pemberitahuan amar putusan bagi Terbanding</p> <p style="text-align: justify;">4)  Berkas perkara banding yang  telah  lengkap  dibuatkan  SKUM  dalam rangkap empat :</p> <p style="text-align: justify;">a)  Lembar pertama warna hijau untuk bank.</p> <p style="text-align: justify;">b)  Lembar kedua warna putih untuk Pembanding.</p> <p style="text-align: justify;">c)   Lembar ketiga warna merah untuk Kasir.</p> <p style="text-align: justify;">d)   Lembar keempat warna kuning untuk  dilampirkan dalam berkas.</p> <p style="text-align: justify;">5)   Petugas Meja I menyerahkan berkas permohonan banding yang dilengkapi dengan SKUM kepada pihak yang bersangkutan untuk membayar uang panjar yang tercantum dalam SKUM kepada bank.</p> <p style="text-align: justify;">6)  Kasir setelah menerima bukti pembayaran panjar biaya perkara banding harus menandatangani dan membubuhkan cap lunas pada SKUM.</p> <p style="text-align: justify;">7)  Kasir kemudian membukukan uang panjar biaya perkara banding yang tercantum pada SKUM dalam Buku Jurnal Keuangan Perkara Banding.</p> <p style="text-align: justify;">8)   Panitera membuat  akta  pernyataan banding  dan mencatat permohonan banding tersebut dalam Buku Register Induk Perkara Gugatan dan Buku Register Permohonan Banding.</p> <p style="text-align: justify;">9) Permohonan banding dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja harus telah diberitahukan kepada pihak lawan.</p> <p style="text-align: justify;">10) Tanggal penerimaan memori banding dan kontra memori banding   harus   dicatat   dalam   buku   Register   Induk Perkara dan Buku Tegister Permohonan Banding,</p> <p style="text-align: justify;">11) Salinan penerimaan memori banding dan kontra memori banding disampaikan kepada masing-masing lawannya dengan  membuat  <em>relaas  </em>pemberitahuan/penyerahannya.</p> <p style="text-align: justify;">12) Sebelum berkas perkara dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar’iyah Aceh, kedua belah pihak harus diberi   kesempatan  untuk  memeriksa  berkas perkara (<em>inzage</em>) dan hal itu dituangkan dalam akta.</p> <p style="text-align: justify;">13) Dalam  waktu  satu  bulan  sejak  permohonan  banding  diajukan,  berkas perkara banding berupa Bundel A dan Bundel B harus sudah dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar’iyah Aceh. (Pasal 11 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 Tahun 1947). Khusus untuk permohonan banding yang pemberitahuannya melalui pengadilan agama/ mahkamah syar’iyah lain, dapat lebih satu bulan.</p> <p style="text-align: justify;">14) Biaya perkara banding untuk Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar’iyah Aceh harus dikirim melalui bank / kantor pos dan tanda bukti pengiriman uang harus dikirim dan menyatu dengan berkas yang bersangkutan.</p> <p style="text-align: justify;">15)  Apabila  para  pihak masing-masing  mengajukan  upaya  hukum  banding, maka:</p> <p style="text-align: justify;">a)  Penyebutan  pihak-pihak  adalah  :  Pembanding  I  / Terbanding II lawan Terbanding I / Pembanding II.</p> <p style="text-align: justify;">b) Pembanding   I   adalah   pihak   yang   lebih   dahulu mengajukan permohonan banding, atau kalau tanggal pengajuan   permohonan  bandingnya  sama,   siapa yang paling berhak mengajukan upaya banding.</p> <p style="text-align: justify;">c) Biaya  perkara  banding  yang dikirim  ke  Pengadilan Tinggi  Agama/ Mahkamah Syar’iyah Aceh hanya dipungut dari pengaju pertama.</p> <p style="text-align: justify;">d)  Pengaju kedua hanya dibebani biaya :</p> <p style="text-align: justify;">(1)  Fotokopi penggandaan berkas.</p> <p style="text-align: justify;">(2)   Pemberitahuan akta banding.</p> <p style="text-align: justify;">(3)  Pemberitahuan memori banding.</p> <p style="text-align: justify;">(4)  Pemberitahuan kontra memori banding</p> <p style="text-align: justify;">e)  Berkas banding terdiri dari 1 (satu) Bundel A dan 2 (dua) Bundel B.</p> <p style="text-align: justify;">f) Panitera Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah segera melaporkan secara tertulis ke Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar’iyah Aceh tentang adanya upaya hukum banding yang diajukan oleh kedua belah pihak tersebut agar berkas perkaranya di Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar’iyah Aceh dijadikan satu.</p> <p style="text-align: justify;">16) Pencabutan  permohonan  banding  dilakukan  dengan langkah-langkah sebagai berikut :</p> <p style="text-align: justify;">a) banding mengajukan permohonan pencabutan kepada Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah.</p> <p style="text-align: justify;">b) Apabila  permohonan  pencabutan dilakukan oleh kuasanya, harus disetujui oleh pihak prinsipal.</p> <p style="text-align: justify;">c) Panitera membuat akta pencabutan banding yang ditandatangani oleh Panitera dan Pembanding.</p> <p style="text-align: justify;">d) Pencabutan  permohonan banding  tersebut  harus diberitahukan kepada pihak Terbanding.</p> <p style="text-align: justify;">e) Pencabutan permohonan banding disertai akta pencabutan dan pemberitahuannya kepada pihak Terbanding harus segera dikirim oleh Panitera ke Pengadilan Tinggi  Agama/  Mahkamah Syar’iyah Aceh dibarengi surat pengantar yang ditandatangani Ketua atau Panitera Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah.</p> <p style="text-align: justify;">f)    Berkas   perkara   banding   yang   belum   dikirim   ke Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar’iyah Aceh, tidak dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah Syar’iyah Aceh</p> <p style="text-align: justify;">17) Pengadilan Tinggi  Agama/Mahkamah Syar’iyah Aceh mengirimkan salinan  putusan  beserta  Bundel  A  ke Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah.</p> <p style="text-align: justify;">18) Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah harus membaca putusan banding dengan cermat dan teliti sebelum menyampaikan kepada para pihak.</p> <p style="text-align: justify;">19) Fotokopi <em>relaas </em>pemberitahuan amar putusan banding dikirimkan kepada Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Syar’iyah Aceh.</p> </div> </div> </div> </div> </div></div> <div class="feed-description"><div id="main" class="clearfix"> <div class="inner-wrap clearfix"> <div id="primary"> <div id="content" class="clearfix"> <h3 class="entry-content clearfix" style="text-align: center;"><strong><span style="text-decoration: underline;">Prosedur Pendaftaran Perkara Banding</span></strong></h3> <div class="entry-content clearfix" style="text-align: center;"> <p style="text-align: justify;">1)    Permohonan banding didaftarkan kepada petugas Meja I Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah.</p> <p style="text-align: justify;">2)   Tenggang waktu banding adalah sebagai berikut:</p> <p style="text-align: justify;">a)   Permohonan banding dapat diajukan dalam waktu 14 (empat belas) hari  setelah putusan diucapkan atau setelah diberitahukan dalam hal putusan tersebut diucapkan di luar hadir.</p> <p style="text-align: justify;">b)  Penghitungan  waktu  14  (empat  belas)  hari  dimulai pada  hari  berikutnya  (besoknya)  setelah  putusan diucapkan atau  setelah  putusan  diberitahukan, dan apabila hari ke-14 (keempat belas) jatuh pada hari libur, maka diperpanjang sampai hari kerja berikutnya.</p> <p style="text-align: justify;">c)   Terhadap permohonan banding yang diajukan melampaui  tenggang  waktu  tersebut  di  atas  tetap dapat diterima dan dicatat, kemudian Panitera membuat surat keterangan bahwa permohonan banding telah lampau waktu.</p> <p style="text-align: justify;">3)  Petugas Meja I menaksir besarnya panjar biaya banding berpedoman pada Surat Keputusan Ketua Pengadilan Agama /Mahkamah Syar’iyah tentang Panjar Biaya Perkara kemudian dituangkan dalam SKUM, yang terdiri dari:</p> <p style="text-align: justify;">a)   Biaya pendaftaran.</p> <p style="text-align: justify;">b)   Biaya banding yang dikirimkan ke Pengadilan Tinggi Agama/  Mahkamah Syar’iyah  Aceh  yang  besarnya sebagaimana diatur dalam PERMA Nomor 03 Tahun 2012.</p> <p style="text-align: justify;">c)   Ongkos  pengiriman  biaya  banding  melalui  bank/kantor pos.</p> <p style="text-align: justify;">d)   Biaya fotokopi / penggandaan dan pemberkasan.</p> <p style="text-align: justify;">e)   Ongkos pengiriman berkas perkara banding.</p> <p style="text-align: justify;">f)   Ongkos jalan petugas pengiriman.</p> <p style="text-align: justify;">g)   Biaya pemberitahuan, yang berupa:</p> <p style="text-align: justify;">(1)  Biaya pemberitahuan akta banding.</p> <p style="text-align: justify;">(2)  Biaya pemberitahuan memori banding.</p> <p style="text-align: justify;">(3)  Biaya pemberitahuan kontra memori banding.</p> <p style="text-align: justify;">(4)  Biaya pemberitahuan memeriksa berkas (<em>inzage</em>) bagi Pembanding</p> <p style="text-align: justify;">(5)  Biaya pemberitahuan memeriksa berkas (<em>inzage</em>) bagi Terbanding</p> <p style="text-align: justify;">(6)  Biaya pemberitahuan amar putusan bagi Pembanding</p> <p style="text-align: justify;">(7)  Biaya pemberitahuan amar putusan bagi Terbanding</p> <p style="text-align: justify;">4)  Berkas perkara banding yang  telah  lengkap  dibuatkan  SKUM  dalam rangkap empat :</p> <p style="text-align: justify;">a)  Lembar pertama warna hijau untuk bank.</p> <p style="text-align: justify;">b)  Lembar kedua warna putih untuk Pembanding.</p> <p style="text-align: justify;">c)   Lembar ketiga warna merah untuk Kasir.</p> <p style="text-align: justify;">d)   Lembar keempat warna kuning untuk  dilampirkan dalam berkas.</p> <p style="text-align: justify;">5)   Petugas Meja I menyerahkan berkas permohonan banding yang dilengkapi dengan SKUM kepada pihak yang bersangkutan untuk membayar uang panjar yang tercantum dalam SKUM kepada bank.</p> <p style="text-align: justify;">6)  Kasir setelah menerima bukti pembayaran panjar biaya perkara banding harus menandatangani dan membubuhkan cap lunas pada SKUM.</p> <p style="text-align: justify;">7)  Kasir kemudian membukukan uang panjar biaya perkara banding yang tercantum pada SKUM dalam Buku Jurnal Keuangan Perkara Banding.</p> <p style="text-align: justify;">8)   Panitera membuat  akta  pernyataan banding  dan mencatat permohonan banding tersebut dalam Buku Register Induk Perkara Gugatan dan Buku Register Permohonan Banding.</p> <p style="text-align: justify;">9) Permohonan banding dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja harus telah diberitahukan kepada pihak lawan.</p> <p style="text-align: justify;">10) Tanggal penerimaan memori banding dan kontra memori banding   harus   dicatat   dalam   buku   Register   Induk Perkara dan Buku Tegister Permohonan Banding,</p> <p style="text-align: justify;">11) Salinan penerimaan memori banding dan kontra memori banding disampaikan kepada masing-masing lawannya dengan  membuat  <em>relaas  </em>pemberitahuan/penyerahannya.</p> <p style="text-align: justify;">12) Sebelum berkas perkara dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar’iyah Aceh, kedua belah pihak harus diberi   kesempatan  untuk  memeriksa  berkas perkara (<em>inzage</em>) dan hal itu dituangkan dalam akta.</p> <p style="text-align: justify;">13) Dalam  waktu  satu  bulan  sejak  permohonan  banding  diajukan,  berkas perkara banding berupa Bundel A dan Bundel B harus sudah dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar’iyah Aceh. (Pasal 11 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 Tahun 1947). Khusus untuk permohonan banding yang pemberitahuannya melalui pengadilan agama/ mahkamah syar’iyah lain, dapat lebih satu bulan.</p> <p style="text-align: justify;">14) Biaya perkara banding untuk Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar’iyah Aceh harus dikirim melalui bank / kantor pos dan tanda bukti pengiriman uang harus dikirim dan menyatu dengan berkas yang bersangkutan.</p> <p style="text-align: justify;">15)  Apabila  para  pihak masing-masing  mengajukan  upaya  hukum  banding, maka:</p> <p style="text-align: justify;">a)  Penyebutan  pihak-pihak  adalah  :  Pembanding  I  / Terbanding II lawan Terbanding I / Pembanding II.</p> <p style="text-align: justify;">b) Pembanding   I   adalah   pihak   yang   lebih   dahulu mengajukan permohonan banding, atau kalau tanggal pengajuan   permohonan  bandingnya  sama,   siapa yang paling berhak mengajukan upaya banding.</p> <p style="text-align: justify;">c) Biaya  perkara  banding  yang dikirim  ke  Pengadilan Tinggi  Agama/ Mahkamah Syar’iyah Aceh hanya dipungut dari pengaju pertama.</p> <p style="text-align: justify;">d)  Pengaju kedua hanya dibebani biaya :</p> <p style="text-align: justify;">(1)  Fotokopi penggandaan berkas.</p> <p style="text-align: justify;">(2)   Pemberitahuan akta banding.</p> <p style="text-align: justify;">(3)  Pemberitahuan memori banding.</p> <p style="text-align: justify;">(4)  Pemberitahuan kontra memori banding</p> <p style="text-align: justify;">e)  Berkas banding terdiri dari 1 (satu) Bundel A dan 2 (dua) Bundel B.</p> <p style="text-align: justify;">f) Panitera Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah segera melaporkan secara tertulis ke Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar’iyah Aceh tentang adanya upaya hukum banding yang diajukan oleh kedua belah pihak tersebut agar berkas perkaranya di Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar’iyah Aceh dijadikan satu.</p> <p style="text-align: justify;">16) Pencabutan  permohonan  banding  dilakukan  dengan langkah-langkah sebagai berikut :</p> <p style="text-align: justify;">a) banding mengajukan permohonan pencabutan kepada Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah.</p> <p style="text-align: justify;">b) Apabila  permohonan  pencabutan dilakukan oleh kuasanya, harus disetujui oleh pihak prinsipal.</p> <p style="text-align: justify;">c) Panitera membuat akta pencabutan banding yang ditandatangani oleh Panitera dan Pembanding.</p> <p style="text-align: justify;">d) Pencabutan  permohonan banding  tersebut  harus diberitahukan kepada pihak Terbanding.</p> <p style="text-align: justify;">e) Pencabutan permohonan banding disertai akta pencabutan dan pemberitahuannya kepada pihak Terbanding harus segera dikirim oleh Panitera ke Pengadilan Tinggi  Agama/  Mahkamah Syar’iyah Aceh dibarengi surat pengantar yang ditandatangani Ketua atau Panitera Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah.</p> <p style="text-align: justify;">f)    Berkas   perkara   banding   yang   belum   dikirim   ke Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar’iyah Aceh, tidak dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah Syar’iyah Aceh</p> <p style="text-align: justify;">17) Pengadilan Tinggi  Agama/Mahkamah Syar’iyah Aceh mengirimkan salinan  putusan  beserta  Bundel  A  ke Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah.</p> <p style="text-align: justify;">18) Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah harus membaca putusan banding dengan cermat dan teliti sebelum menyampaikan kepada para pihak.</p> <p style="text-align: justify;">19) Fotokopi <em>relaas </em>pemberitahuan amar putusan banding dikirimkan kepada Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Syar’iyah Aceh.</p> </div> </div> </div> </div> </div></div> Pengajuan Permohonan Perkara Kasasi 2018-09-25T10:00:05+07:00 2018-09-25T10:00:05+07:00 https://pa-bengkalis.go.id/layaanan-publik/prosedur-berperkara/prosedur-berperkara-kasasi.html SLAMET FIRDAUS, S.Akun admin@pa-bengkalis.go.id <div class="feed-description"><p style="text-align: center;"><strong> <span style="text-decoration: underline;">Prosedur </span><span style="text-decoration: underline;">Pengajuan Permohonan Perkara Kasasi</span></strong></p> <p> 1) Permohonan kasasi didaftarkan kepada petugas Meja I Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah.</p> <div class="entry-content clearfix" style="text-align: justify;"> <p>2) Permohonan  kasasi  dapat  diajukan  dalam  tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah diucapkan atau diberitahukan kepada pemohon.</p> <p>3) Dalam hal permohonan kasasi atas penetapan (<em>voluntair</em>) dapat diajukan dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah diucapkan atau diberitahukan kepada Pemohon.</p> <p>4) Penghitungan waktu 14 (empat belas) hari dimulai  pada hari  berikutnya (keesokan harinya) setelah amar putusan diberitahukan, dan jika hari ke-14 (keempat belas) jatuh pada  hari  libur,  maka  diperpanjang sampai hari  kerja berikutnya.</p> <p>5) Petugas Meja 1 menaksir besarnya panjar biaya kasasi berpedoman pada Surat  Keputusan Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah tentang Panjar Biaya Perkara kemudian dituangkan dalam SKUM, yang terdiri dari :</p> <p>a) Biaya pendaftaran.</p> <p>b) Biaya perkara kasasi yang dikirim ke Mahkamah Agung RI yang besarnya sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) huruf (a) PERMA Nomor 02 Tahun 2009.</p> <p>c)  Ongkos pengiriman biaya perkara kasasi.</p> <p>d) Biaya pemberitahuan akta kasasi.</p> <p>e) Biaya pemberitahuan memori kasasi.</p> <p>f)   Biaya pemberitahuan kontra memori kasasi.</p> <p>g) Biaya fotokopi/penggandaan dan pemeriksaan.</p> <p>h) Biaya pengiriman berkas perkara kasasi.</p> <p>i)   Biaya transportasi petugas pengiriman.</p> <p>j)   Biaya pemberitahuan amar putusan kasasi kepada Pemohon kasasi.</p> <p>k)  Biaya  pemberitahuan amar  putusan kasasi kepada Termohon kasasi.</p> <p>6)  Petugas Meja I membuat SKUM rangkap empat :</p> <p>a) Lembar pertama warna hijau untuk bank.</p> <p>b) Lembar kedua warna putih untuk Pemohon kasasi.</p> <p>c)  Lembar ketiga warna merah untuk Kasir.</p> <p>d) Lembar  keempat  warna  kuning  untuk  dilampirkan dalam berkas.</p> <p>7)  Apabila  para  pihak  masing-masng mengajukan  upaya hukum kasasi, maka:</p> <p>a) Biaya perkara kasasi yang dikirim ke Mahkamah Agung hanya dipungut satu kali, yaitu dari pengaju pertama.</p> <p>b) Pengaju kedua hanya dibebani biaya :</p> <p>1)   Fotokopi penggandaan berkas.</p> <p>2)   Pemberitahuan akta kasasi</p> <p>3)   Pemberitahuan memori kasasi.</p> <p>4)   Pemberitahuan kontra memori kasasi.</p> <p>c)  Panitera Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah melaporkan secara tertulis ke Mahkamah Agung mengenai upaya hukum kasasi yang diajukan oleh kedua belah pihak.</p> <p>8)   Petugas Meja I menyerahkan permohonan  kasasi  yang  dilengkapi dengan  SKUM  kepada para  pihak  pengaju untuk membayar panjar biaya perkara kasasi kepada Kasir melalui bank.</p> <p>9)   Pemegang  Kas  setelah  menerima  bukti  pembayaran panjar biaya perkara kasasi harus menandatangani dan membubuhkan cap lunas pada SKUM.</p> <p>10)   Permohonan kasasi dapat diterima apabila panjar biaya perkara  kasasi  yang  tercantum  dalam  SKUM  telah dibayar lunas.</p> <p>11)    Pemegang Kas membukukan uang panjar biaya kasasi yang tercantum dalam SKUM pada Buku Jurnal Keuangan Perkara Kasasi.</p> <p>12)  Biaya  permohonan  kasasi  untuk  Mahkamah  Agung dikirim oleh Pemegang Kas melalui Bank BNI Syari’ah Kantor Layanan BNI Syari’ah Mahkamah Agung Jl. Medan  Merdeka Utara  Nomor 9  –  13  Jakarta  Pusat, Nomor Rekening 179179175 atas nama Kepaniteraan Mahkamah Agung (Surat Panitera Mahkamah Agung RI Nomor  464/PAN/XI/2008  tanggal  12  November  2008 yang ditujukan kepada para Ketua PN, Pengadilan Agama /  Mahkamah Syar’iyah dan  PTUN), dan  bukti pengirimannya dilampirkan dalam berkas perkara yang bersangkutan.</p> <p>13) Jika  panjar  biaya  perkara kasasi  telah  dibayar  lunas, maka Panitera pada hari itu juga membuat akta permohonan kasasi yang dilampirkan pada berkas perkara  dan  mencatat  permohonan  kasasi  tersebut dalam Buku Register Induk Perkara dan Buku Register Permohonan Kasasi.</p> <p>14)  Permohonan kasasi yang telah terdaftar, dalam waktu 7 (tujuh)  hari  harus  telah  diberitahukan  kepada  pihak lawan.</p> <p>15)  Memori  kasasi,  selambat-lambatnya 14  (empat  belas) hari sesudah permohonan kasasi terdaftar, harus sudah diterima pada Kepaniteraan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah. Apabila dalam waktu tersebut memori   kasasi   belum   diterima,   Pemohon   Kasasi dianggap tidak menyerahkan memori kasasi. Penghitungan 14 (empat belas) hari tersebut sama dengan pada butir (3) di atas.</p> <p>16)   Panitera  memberikan  tanda  terima  atas  penerimaan memori kasasi dan dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari salinan memori kasasi harus diberitahukan kepada pihak lawan.</p> <p>17)  Setelah  memori  kasasi  diberitahukan  kepada  pihak lawan, kontra memori kasasi selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari harus sudah disampaikan kepada Kepaniteraan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah untuk diberitahukan kepada pihak lawan.</p> <p>18)  Dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak permohonan kasasi diajukan, berkas permohonan kasasi berupa Bundel A dan Bundel B harus dikirim ke Mahkamah Agung.</p> <p>19)  Jika   syarat formal permohonan kasasi tidak dipenuhi oleh  Pemohon kasasi, maka  berkas  perkaranya tidak dikirimkan ke  Mahkamah Agung  (Pasal  45A  ayat  (3) Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009).</p> <p>20)  Yang   dimaksud  dengan   syarat   formal  permohonan kasasi adalah tenggang waktu permohonan kasasi, pernyataan kasasi, panjar biaya perkara kasasi dan memori kasasi, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 46 dan 47 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009).</p> <p>21)  Panitera   Pengadilan   Agama/Mahkamah   Syar’iyah membuat surat keterangan bahwa permohonan kasasi tersebut tidak memenuhi syarat formal (Pasal 45A Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009).</p> <p>22)  Berdasarkan  surat  keterangan  Panitera  tersebut  dan setelah Ketua meneliti kebenarannya, Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah membuat penetapan yang menyatakan bahwa permohonan kasasi tersebut tidak dapat diterima.</p> <p>23)   Salinan    penetapan    Ketua    Pengadilan    Agama/Mahkamah Syar’iyah tersebut  pada  butir  (22)  di  atas diberitahukan / disampaikan kepada para pihak sesuai ketentuan yang berlaku.</p> <p>24)    Dengan  dikeluarkannya  penetapan  Ketua  Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah  tersebut,  maka  putusan yang  dimohonkan kasasi  menjadi berkekuatan hukum tetap dan terhadap penetapan ini tidak dapat dilakukan upaya hukum.</p> <p>25)  Petugas  kepaniteraan  mencatat  kode  “TMS”  (Tidak memenuhi syarat formal) dalam kolom keterangan pada Buku Induk Register Perkara).</p> <p>26)   Ketua Pengadilan  Agama /Mahkamah  Syar’iyah melaporkan permohonan kasasi yang tidak memenuhi syarat formal dengan dilampiri penetapan tersebut ke Mahkamah Agung.</p> <p>27)   Tanggal penerimaan memori kasasi dan kontra memori kasasi harus dicatat dalam Buku Register Induk Perkara dan Buku Register Permohonan Kasasi.</p> <p>28)  Pencabutan   permohonan   perkara   kasasi   dilakukan dengan langkah sebagai berikut :</p> <p>a)  Permohonan  pencabutan  diajukan  oleh  Pemohon kasasi kepada Ketua Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah yang memeriksa perkara dan disetujui oleh Termohon Kasasi.</p> <p>b) Panitera  Pengadilan  Agama/  Mahkamah  Syar’iyah membuat Akta Pencabutan kasasi yang ditandatangani Panitera, Pemohon Kasasi, dan Termohon Kasasi.</p> <p>c)  Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah mengirim surat kepada Ketua Mahkamah Agung RI cq Ketua Muda Urusan Lingkungan Peradilan Agama MARI dengan lampiran huruf (a) dan (b). (Surat Ketua Muda ULDILAG Mahkamah Agung RI No. 08/TUADA- AG/VII/2001 tanggal 5 Juli 2001).</p> <p>29)  Ketua  Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah harus membaca putusan kasasi dengan cermat dan teliti sebelum menyampaikan kepada para pihak.</p> <p>30) Fotokopi  <em>relaas  </em>pemberitahuan  amar  putusan  kasasi dikirim ke Mahkamah Agung.</p> </div> <p> </p> <p> </p> <p> </p></div> <div class="feed-description"><p style="text-align: center;"><strong> <span style="text-decoration: underline;">Prosedur </span><span style="text-decoration: underline;">Pengajuan Permohonan Perkara Kasasi</span></strong></p> <p> 1) Permohonan kasasi didaftarkan kepada petugas Meja I Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah.</p> <div class="entry-content clearfix" style="text-align: justify;"> <p>2) Permohonan  kasasi  dapat  diajukan  dalam  tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah diucapkan atau diberitahukan kepada pemohon.</p> <p>3) Dalam hal permohonan kasasi atas penetapan (<em>voluntair</em>) dapat diajukan dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah diucapkan atau diberitahukan kepada Pemohon.</p> <p>4) Penghitungan waktu 14 (empat belas) hari dimulai  pada hari  berikutnya (keesokan harinya) setelah amar putusan diberitahukan, dan jika hari ke-14 (keempat belas) jatuh pada  hari  libur,  maka  diperpanjang sampai hari  kerja berikutnya.</p> <p>5) Petugas Meja 1 menaksir besarnya panjar biaya kasasi berpedoman pada Surat  Keputusan Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah tentang Panjar Biaya Perkara kemudian dituangkan dalam SKUM, yang terdiri dari :</p> <p>a) Biaya pendaftaran.</p> <p>b) Biaya perkara kasasi yang dikirim ke Mahkamah Agung RI yang besarnya sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) huruf (a) PERMA Nomor 02 Tahun 2009.</p> <p>c)  Ongkos pengiriman biaya perkara kasasi.</p> <p>d) Biaya pemberitahuan akta kasasi.</p> <p>e) Biaya pemberitahuan memori kasasi.</p> <p>f)   Biaya pemberitahuan kontra memori kasasi.</p> <p>g) Biaya fotokopi/penggandaan dan pemeriksaan.</p> <p>h) Biaya pengiriman berkas perkara kasasi.</p> <p>i)   Biaya transportasi petugas pengiriman.</p> <p>j)   Biaya pemberitahuan amar putusan kasasi kepada Pemohon kasasi.</p> <p>k)  Biaya  pemberitahuan amar  putusan kasasi kepada Termohon kasasi.</p> <p>6)  Petugas Meja I membuat SKUM rangkap empat :</p> <p>a) Lembar pertama warna hijau untuk bank.</p> <p>b) Lembar kedua warna putih untuk Pemohon kasasi.</p> <p>c)  Lembar ketiga warna merah untuk Kasir.</p> <p>d) Lembar  keempat  warna  kuning  untuk  dilampirkan dalam berkas.</p> <p>7)  Apabila  para  pihak  masing-masng mengajukan  upaya hukum kasasi, maka:</p> <p>a) Biaya perkara kasasi yang dikirim ke Mahkamah Agung hanya dipungut satu kali, yaitu dari pengaju pertama.</p> <p>b) Pengaju kedua hanya dibebani biaya :</p> <p>1)   Fotokopi penggandaan berkas.</p> <p>2)   Pemberitahuan akta kasasi</p> <p>3)   Pemberitahuan memori kasasi.</p> <p>4)   Pemberitahuan kontra memori kasasi.</p> <p>c)  Panitera Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah melaporkan secara tertulis ke Mahkamah Agung mengenai upaya hukum kasasi yang diajukan oleh kedua belah pihak.</p> <p>8)   Petugas Meja I menyerahkan permohonan  kasasi  yang  dilengkapi dengan  SKUM  kepada para  pihak  pengaju untuk membayar panjar biaya perkara kasasi kepada Kasir melalui bank.</p> <p>9)   Pemegang  Kas  setelah  menerima  bukti  pembayaran panjar biaya perkara kasasi harus menandatangani dan membubuhkan cap lunas pada SKUM.</p> <p>10)   Permohonan kasasi dapat diterima apabila panjar biaya perkara  kasasi  yang  tercantum  dalam  SKUM  telah dibayar lunas.</p> <p>11)    Pemegang Kas membukukan uang panjar biaya kasasi yang tercantum dalam SKUM pada Buku Jurnal Keuangan Perkara Kasasi.</p> <p>12)  Biaya  permohonan  kasasi  untuk  Mahkamah  Agung dikirim oleh Pemegang Kas melalui Bank BNI Syari’ah Kantor Layanan BNI Syari’ah Mahkamah Agung Jl. Medan  Merdeka Utara  Nomor 9  –  13  Jakarta  Pusat, Nomor Rekening 179179175 atas nama Kepaniteraan Mahkamah Agung (Surat Panitera Mahkamah Agung RI Nomor  464/PAN/XI/2008  tanggal  12  November  2008 yang ditujukan kepada para Ketua PN, Pengadilan Agama /  Mahkamah Syar’iyah dan  PTUN), dan  bukti pengirimannya dilampirkan dalam berkas perkara yang bersangkutan.</p> <p>13) Jika  panjar  biaya  perkara kasasi  telah  dibayar  lunas, maka Panitera pada hari itu juga membuat akta permohonan kasasi yang dilampirkan pada berkas perkara  dan  mencatat  permohonan  kasasi  tersebut dalam Buku Register Induk Perkara dan Buku Register Permohonan Kasasi.</p> <p>14)  Permohonan kasasi yang telah terdaftar, dalam waktu 7 (tujuh)  hari  harus  telah  diberitahukan  kepada  pihak lawan.</p> <p>15)  Memori  kasasi,  selambat-lambatnya 14  (empat  belas) hari sesudah permohonan kasasi terdaftar, harus sudah diterima pada Kepaniteraan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah. Apabila dalam waktu tersebut memori   kasasi   belum   diterima,   Pemohon   Kasasi dianggap tidak menyerahkan memori kasasi. Penghitungan 14 (empat belas) hari tersebut sama dengan pada butir (3) di atas.</p> <p>16)   Panitera  memberikan  tanda  terima  atas  penerimaan memori kasasi dan dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari salinan memori kasasi harus diberitahukan kepada pihak lawan.</p> <p>17)  Setelah  memori  kasasi  diberitahukan  kepada  pihak lawan, kontra memori kasasi selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari harus sudah disampaikan kepada Kepaniteraan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah untuk diberitahukan kepada pihak lawan.</p> <p>18)  Dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak permohonan kasasi diajukan, berkas permohonan kasasi berupa Bundel A dan Bundel B harus dikirim ke Mahkamah Agung.</p> <p>19)  Jika   syarat formal permohonan kasasi tidak dipenuhi oleh  Pemohon kasasi, maka  berkas  perkaranya tidak dikirimkan ke  Mahkamah Agung  (Pasal  45A  ayat  (3) Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009).</p> <p>20)  Yang   dimaksud  dengan   syarat   formal  permohonan kasasi adalah tenggang waktu permohonan kasasi, pernyataan kasasi, panjar biaya perkara kasasi dan memori kasasi, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 46 dan 47 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009).</p> <p>21)  Panitera   Pengadilan   Agama/Mahkamah   Syar’iyah membuat surat keterangan bahwa permohonan kasasi tersebut tidak memenuhi syarat formal (Pasal 45A Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009).</p> <p>22)  Berdasarkan  surat  keterangan  Panitera  tersebut  dan setelah Ketua meneliti kebenarannya, Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah membuat penetapan yang menyatakan bahwa permohonan kasasi tersebut tidak dapat diterima.</p> <p>23)   Salinan    penetapan    Ketua    Pengadilan    Agama/Mahkamah Syar’iyah tersebut  pada  butir  (22)  di  atas diberitahukan / disampaikan kepada para pihak sesuai ketentuan yang berlaku.</p> <p>24)    Dengan  dikeluarkannya  penetapan  Ketua  Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah  tersebut,  maka  putusan yang  dimohonkan kasasi  menjadi berkekuatan hukum tetap dan terhadap penetapan ini tidak dapat dilakukan upaya hukum.</p> <p>25)  Petugas  kepaniteraan  mencatat  kode  “TMS”  (Tidak memenuhi syarat formal) dalam kolom keterangan pada Buku Induk Register Perkara).</p> <p>26)   Ketua Pengadilan  Agama /Mahkamah  Syar’iyah melaporkan permohonan kasasi yang tidak memenuhi syarat formal dengan dilampiri penetapan tersebut ke Mahkamah Agung.</p> <p>27)   Tanggal penerimaan memori kasasi dan kontra memori kasasi harus dicatat dalam Buku Register Induk Perkara dan Buku Register Permohonan Kasasi.</p> <p>28)  Pencabutan   permohonan   perkara   kasasi   dilakukan dengan langkah sebagai berikut :</p> <p>a)  Permohonan  pencabutan  diajukan  oleh  Pemohon kasasi kepada Ketua Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah yang memeriksa perkara dan disetujui oleh Termohon Kasasi.</p> <p>b) Panitera  Pengadilan  Agama/  Mahkamah  Syar’iyah membuat Akta Pencabutan kasasi yang ditandatangani Panitera, Pemohon Kasasi, dan Termohon Kasasi.</p> <p>c)  Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah mengirim surat kepada Ketua Mahkamah Agung RI cq Ketua Muda Urusan Lingkungan Peradilan Agama MARI dengan lampiran huruf (a) dan (b). (Surat Ketua Muda ULDILAG Mahkamah Agung RI No. 08/TUADA- AG/VII/2001 tanggal 5 Juli 2001).</p> <p>29)  Ketua  Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah harus membaca putusan kasasi dengan cermat dan teliti sebelum menyampaikan kepada para pihak.</p> <p>30) Fotokopi  <em>relaas  </em>pemberitahuan  amar  putusan  kasasi dikirim ke Mahkamah Agung.</p> </div> <p> </p> <p> </p> <p> </p></div> Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali 2018-09-25T10:00:05+07:00 2018-09-25T10:00:05+07:00 https://pa-bengkalis.go.id/layaanan-publik/prosedur-berperkara/prosedur-berperkara-permohonan-pk.html SLAMET FIRDAUS, S.Akun admin@pa-bengkalis.go.id <div class="feed-description"><h3 style="text-align: center;"> <span style="text-decoration: underline;">Prosedur </span><strong><span style="text-decoration: underline;">Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali</span></strong></h3> <p style="text-align: justify;">1) Permohonan peninjauan kembali diajukan secara tertulis bersama-sama dengan risalah peninjauan kembali yang menyebutkan alasan  permohonan peninjauan kembali yang jelas dan rinci.</p> <div class="entry-content clearfix" style="text-align: justify;"> <p>2) Permohonan  peninjauan  kembali  tersebut  di  atas  didaftarkan  kepada   petugas   Meja   I   di   Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah.</p> <p>3)  Panitera  membuat  akta  permohonan  peninjauan kembali.</p> <p>4) Permohonan  peninjauan   kembali   putusan   perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat    diajukan   hanya    berdasarkan   alasan-alasan sebagai berikut:</p> <p>a)  Jika  putusan  didasarkan pada  suatu  kebohongan atau  tipu  muslihat  pihak  lawan  yang  diketahui setelah perkaranya diputus atau  didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh Hakim pidana dinyatakan palsu.</p> <p>b)   Jika setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan.</p> <p>c)    Jika telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut.</p> <p>d)   Apabila  mengenai  sesuatu  bagian  dari  tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab- sebabnya.</p> <p>e)   Jika antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain.</p> <p>f)    Jika dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.</p> <p>5) Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksudkan dalam point (4) adalah 180 (seratus delapan puluh) hari untuk :</p> <p>a) Yang  disebut  pada  angka  (4)  huruf  (a)  sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan   Hakim   pidana   memperoleh   kekuatan hukum tetap, dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara.</p> <p>b) Yang disebut pada angka (4) huruf (b) sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta tanggal ditemukankanya  harus  dinyatakan  di  bawah sumpah  dan  disahkan  oleh  pejabat  yang berwenang.</p> <p>c)   Yang disebut pada angka (4) huruf (c), (d), dan (f) sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan  telah  diberitahukan kepada  para  pihak  yang berperkara.</p> <p>d)   Yang  tersebut  pada  angka  (4)  huruf  (e)  sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara.</p> <p>6)  <em>Novum  </em>adalah  surat-surat  bukti  yang  bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan. Alat bukti yang dibuat setelah perkara diputus bukan termasuk <em>novum</em>.</p> <p>7)   Tata cara penyumpahan <em>novum </em>adalah sebagai berikut :</p> <p>a)  Ketua  Pengadilan  Agama/  Mahkamah Syar’iyah atau Hakim yang ditunjuk mempelajari surat bukti yang diajukan oleh Pemohon peninjauan kembali, apakah surat bukti tersebut memenuhi persyaratan <em>novum </em>atau tidak.</p> <p>b)   Setelah surat bukti tersebut memenuhi persyaratan <em>novum</em>, ketua atau Hakim yang ditunjuk melakukan sidang untuk mengambil sumpah tersebut terhadap Pemohon peninjauan kembali yang mengajukan <em>novum</em>.</p> <p>c)  Lafal  sumpahnya  adalah  “Demi  Allah  saya bersumpah bahwa saya telah menemukan surat bukti berupa …………… pada hari ……, tanggal…….., bulan…….., tahun …… di …………. dan belum pernah diajukan di persidangan”.</p> <p>d)  Penyumpahan   penemuan   <em>novum   </em>dibuat dalam berita acara sidang penyumpahan <em>novum </em>dan ditandatangani oleh Ketua atau Hakim yang ditunjuk dan Panitera sidang.</p> <p>8)  Petugas Meja I menentukan besarnya panjar biaya peninjauan kembali yang dituangkan dalam SKUM, yang terdiri dari :</p> <p>a)  Biaya perkara peninjauan kembali yang dikirimkan ke Mahkamah Agung yang besarnya sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) huruf (b) PERMA Nomor 02 Tahun 2009.</p> <p>b)   Biaya pendaftaran</p> <p>c)   Biaya pengiriman biaya perkara peninjauan kembali melalui bank/kantor pos.</p> <p>d)   Biaya pemberitahuan pernyataan dan alasan peninjauan kembali.</p> <p>e) Biaya  pemberitahuan  jawaban  atas  permohonan dan alasan peninjauan kembali.</p> <p>f)    Biaya fotokopi/penggandaan dan pemberkasan.</p> <p>g)   Biaya pengiriman berkasa perkara peninjauan kembali.</p> <p>h) Biaya  transportasi  petugas  pengiriman  dan pemberitahuan.</p> <p>i)  Biaya pemberitahuan amar putusan peninjauan kembali kepada Pemohon peninjauan kembal.</p> <p>j) Biaya pemberitahuan amar putusan peninjauan kembali kepada Termohon peninjauan kembali.</p> <p>9) Berkas perkara yang telah lengkap dibuatkan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dalam rangkap empat, masing-masing :</p> <p>a)   Lembar  pertama warna hijau untuk bank yang bersangkutan.</p> <p>b)   Lembar kedua warna putih untuk Pemohon c)   Lembar ketiga warna merah untuk Kasir</p> <p>d)   Lembar keempat warna kuning  untuk  dilampirkan dalam berkas.</p> <p>10) Petugas   Meja   I   menyerahkan   berkas   permohonan peninjauan kembali yang dilengkapi dengan SKUM kepada pihak yang bersangkutan agar membayar biaya yang tercantum dalam SKUM kepada bank.</p> <p>11) Kasir  menandatangani  dan  membubuhkan  cap lunas pada   SKUM   setelah   menerima   pembayaran   biaya tersebut.</p> <p>12) Permohonan peninjauan kembali dapat diterima apabila panjar biaya perkara yang ditentukan dalam SKUM telah dibayar lunas.</p> <p>13) Kasir  membukukan  uang  panjar  biaya  perkara yang tercantum pada SKUM dalam Buku Jurnal Permohonan Peninjauan Kembali.</p> <p>14) Jika panjar biaya perkara telah dibayar lunas, pada hari itu juga panitera membuat akta permohonan peninjauan kembali yang dilampirkan pada berkas perkara dan mencatat permohonan peninjauan kembali tersebut dalam Buku Register Induk Perkara dan Buku Register Peninjauan Kembali.</p> <p>15) Selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari, Panitera memberitahukan permohonan peninjauan kembali kepada para pihak lawan dengan memberikan salinan permohonan peninjauan kembali besarta alasan- alasannya (Pasal 72 ayat (1) Undang-undang Nomo 14 Tahun 1985, Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009).</p> <p>16)  Selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak alasan peninjauan kembali diterima, jawaban atas alasan peninjauan kembali harus sudah diserahkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah untuk disampaikan kepada pihak lawan (Pasal 72 ayat (2) Undang-undang Nomo 14 Tahun 1985, Undang- undangNomor  5   Tahun   2004   dan   Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009)</p> <p>17) Jawaban  atas  permohonan  dan  alasan  peninjauan kembali   yang   diterima   di   kepaniteraan   Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah harus dibubuhi hari dan tanggal penerimaan yang dinyatakan di atas surat jawaban tersebut. (Pasal 72 ayat (3) Undang-undang Nomo 14 Tahun 1985, Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009).</p> <p>18) Dalam  waktu  30  (tiga  puluh)  hari  setelah  menerima jawaban tersebut, berkas permohonan peninjauan kembali berupa Bundel A dan Bundel B harus dikirim ke Mahkamah Agung. (Pasal 72 ayat (4) Undang-undang Nomo 14 Tahun 1985, Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009).</p> <p>19) Biaya     permohonan     peninjauan     kembali     untuk Mahkamah Agung dikirim oleh Bendaharawan Penerima melalui Bank BNI Syari’ah Kantor Layanan BNI Syari’ah Mahkamah Agung Jl. Medan Merdeka Utara No. 9 – 13 Jakarta Pusat, No. Rekening : 179179175 atas nama Kepaniteraan  Mahkamah  Agung  dan  bukti pengirimannya dilampirkan dalam berkas perkara yang bersangkutan.</p> <p>20) Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah harus membaca putusan peninjauan kembali dengan cermat dan teliti sebelum menyampaikan kepada para pihak.</p> <p>21) Fotokopi     <em>relaas     </em>pemberitahuan     amar     putusan peninjauan   kembali   supaya   dikirim   ke   Mahkamah Agung.</p> <p>22) Pencabutan permohonan peninjauan kembali diajukan kepada Ketua Mahkamah Agung melalui Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah yang ditandatangani oleh Pemohon peninjauan kembali. Jika pencabutan permohonan  peninjauan  kembali  diajukan  oleh kuasanya, maka pencabutan harus diketahui oleh pihak prinsipal.</p> <p>23) Panitera   Pengadilan   Agama/   Mahkamah   Syar’iyah segera mengirim pencabutan tersebut ke Mahkamah Agung disertai akta pencabutan permohonan peninjauan kembali yang ditandatangani oleh Panitera Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah.</p> </div> <p> </p> <p> </p> <p> </p></div> <div class="feed-description"><h3 style="text-align: center;"> <span style="text-decoration: underline;">Prosedur </span><strong><span style="text-decoration: underline;">Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali</span></strong></h3> <p style="text-align: justify;">1) Permohonan peninjauan kembali diajukan secara tertulis bersama-sama dengan risalah peninjauan kembali yang menyebutkan alasan  permohonan peninjauan kembali yang jelas dan rinci.</p> <div class="entry-content clearfix" style="text-align: justify;"> <p>2) Permohonan  peninjauan  kembali  tersebut  di  atas  didaftarkan  kepada   petugas   Meja   I   di   Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah.</p> <p>3)  Panitera  membuat  akta  permohonan  peninjauan kembali.</p> <p>4) Permohonan  peninjauan   kembali   putusan   perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat    diajukan   hanya    berdasarkan   alasan-alasan sebagai berikut:</p> <p>a)  Jika  putusan  didasarkan pada  suatu  kebohongan atau  tipu  muslihat  pihak  lawan  yang  diketahui setelah perkaranya diputus atau  didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh Hakim pidana dinyatakan palsu.</p> <p>b)   Jika setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan.</p> <p>c)    Jika telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut.</p> <p>d)   Apabila  mengenai  sesuatu  bagian  dari  tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab- sebabnya.</p> <p>e)   Jika antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain.</p> <p>f)    Jika dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.</p> <p>5) Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksudkan dalam point (4) adalah 180 (seratus delapan puluh) hari untuk :</p> <p>a) Yang  disebut  pada  angka  (4)  huruf  (a)  sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan   Hakim   pidana   memperoleh   kekuatan hukum tetap, dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara.</p> <p>b) Yang disebut pada angka (4) huruf (b) sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta tanggal ditemukankanya  harus  dinyatakan  di  bawah sumpah  dan  disahkan  oleh  pejabat  yang berwenang.</p> <p>c)   Yang disebut pada angka (4) huruf (c), (d), dan (f) sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan  telah  diberitahukan kepada  para  pihak  yang berperkara.</p> <p>d)   Yang  tersebut  pada  angka  (4)  huruf  (e)  sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara.</p> <p>6)  <em>Novum  </em>adalah  surat-surat  bukti  yang  bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan. Alat bukti yang dibuat setelah perkara diputus bukan termasuk <em>novum</em>.</p> <p>7)   Tata cara penyumpahan <em>novum </em>adalah sebagai berikut :</p> <p>a)  Ketua  Pengadilan  Agama/  Mahkamah Syar’iyah atau Hakim yang ditunjuk mempelajari surat bukti yang diajukan oleh Pemohon peninjauan kembali, apakah surat bukti tersebut memenuhi persyaratan <em>novum </em>atau tidak.</p> <p>b)   Setelah surat bukti tersebut memenuhi persyaratan <em>novum</em>, ketua atau Hakim yang ditunjuk melakukan sidang untuk mengambil sumpah tersebut terhadap Pemohon peninjauan kembali yang mengajukan <em>novum</em>.</p> <p>c)  Lafal  sumpahnya  adalah  “Demi  Allah  saya bersumpah bahwa saya telah menemukan surat bukti berupa …………… pada hari ……, tanggal…….., bulan…….., tahun …… di …………. dan belum pernah diajukan di persidangan”.</p> <p>d)  Penyumpahan   penemuan   <em>novum   </em>dibuat dalam berita acara sidang penyumpahan <em>novum </em>dan ditandatangani oleh Ketua atau Hakim yang ditunjuk dan Panitera sidang.</p> <p>8)  Petugas Meja I menentukan besarnya panjar biaya peninjauan kembali yang dituangkan dalam SKUM, yang terdiri dari :</p> <p>a)  Biaya perkara peninjauan kembali yang dikirimkan ke Mahkamah Agung yang besarnya sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) huruf (b) PERMA Nomor 02 Tahun 2009.</p> <p>b)   Biaya pendaftaran</p> <p>c)   Biaya pengiriman biaya perkara peninjauan kembali melalui bank/kantor pos.</p> <p>d)   Biaya pemberitahuan pernyataan dan alasan peninjauan kembali.</p> <p>e) Biaya  pemberitahuan  jawaban  atas  permohonan dan alasan peninjauan kembali.</p> <p>f)    Biaya fotokopi/penggandaan dan pemberkasan.</p> <p>g)   Biaya pengiriman berkasa perkara peninjauan kembali.</p> <p>h) Biaya  transportasi  petugas  pengiriman  dan pemberitahuan.</p> <p>i)  Biaya pemberitahuan amar putusan peninjauan kembali kepada Pemohon peninjauan kembal.</p> <p>j) Biaya pemberitahuan amar putusan peninjauan kembali kepada Termohon peninjauan kembali.</p> <p>9) Berkas perkara yang telah lengkap dibuatkan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dalam rangkap empat, masing-masing :</p> <p>a)   Lembar  pertama warna hijau untuk bank yang bersangkutan.</p> <p>b)   Lembar kedua warna putih untuk Pemohon c)   Lembar ketiga warna merah untuk Kasir</p> <p>d)   Lembar keempat warna kuning  untuk  dilampirkan dalam berkas.</p> <p>10) Petugas   Meja   I   menyerahkan   berkas   permohonan peninjauan kembali yang dilengkapi dengan SKUM kepada pihak yang bersangkutan agar membayar biaya yang tercantum dalam SKUM kepada bank.</p> <p>11) Kasir  menandatangani  dan  membubuhkan  cap lunas pada   SKUM   setelah   menerima   pembayaran   biaya tersebut.</p> <p>12) Permohonan peninjauan kembali dapat diterima apabila panjar biaya perkara yang ditentukan dalam SKUM telah dibayar lunas.</p> <p>13) Kasir  membukukan  uang  panjar  biaya  perkara yang tercantum pada SKUM dalam Buku Jurnal Permohonan Peninjauan Kembali.</p> <p>14) Jika panjar biaya perkara telah dibayar lunas, pada hari itu juga panitera membuat akta permohonan peninjauan kembali yang dilampirkan pada berkas perkara dan mencatat permohonan peninjauan kembali tersebut dalam Buku Register Induk Perkara dan Buku Register Peninjauan Kembali.</p> <p>15) Selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari, Panitera memberitahukan permohonan peninjauan kembali kepada para pihak lawan dengan memberikan salinan permohonan peninjauan kembali besarta alasan- alasannya (Pasal 72 ayat (1) Undang-undang Nomo 14 Tahun 1985, Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009).</p> <p>16)  Selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak alasan peninjauan kembali diterima, jawaban atas alasan peninjauan kembali harus sudah diserahkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah untuk disampaikan kepada pihak lawan (Pasal 72 ayat (2) Undang-undang Nomo 14 Tahun 1985, Undang- undangNomor  5   Tahun   2004   dan   Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009)</p> <p>17) Jawaban  atas  permohonan  dan  alasan  peninjauan kembali   yang   diterima   di   kepaniteraan   Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah harus dibubuhi hari dan tanggal penerimaan yang dinyatakan di atas surat jawaban tersebut. (Pasal 72 ayat (3) Undang-undang Nomo 14 Tahun 1985, Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009).</p> <p>18) Dalam  waktu  30  (tiga  puluh)  hari  setelah  menerima jawaban tersebut, berkas permohonan peninjauan kembali berupa Bundel A dan Bundel B harus dikirim ke Mahkamah Agung. (Pasal 72 ayat (4) Undang-undang Nomo 14 Tahun 1985, Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009).</p> <p>19) Biaya     permohonan     peninjauan     kembali     untuk Mahkamah Agung dikirim oleh Bendaharawan Penerima melalui Bank BNI Syari’ah Kantor Layanan BNI Syari’ah Mahkamah Agung Jl. Medan Merdeka Utara No. 9 – 13 Jakarta Pusat, No. Rekening : 179179175 atas nama Kepaniteraan  Mahkamah  Agung  dan  bukti pengirimannya dilampirkan dalam berkas perkara yang bersangkutan.</p> <p>20) Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah harus membaca putusan peninjauan kembali dengan cermat dan teliti sebelum menyampaikan kepada para pihak.</p> <p>21) Fotokopi     <em>relaas     </em>pemberitahuan     amar     putusan peninjauan   kembali   supaya   dikirim   ke   Mahkamah Agung.</p> <p>22) Pencabutan permohonan peninjauan kembali diajukan kepada Ketua Mahkamah Agung melalui Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah yang ditandatangani oleh Pemohon peninjauan kembali. Jika pencabutan permohonan  peninjauan  kembali  diajukan  oleh kuasanya, maka pencabutan harus diketahui oleh pihak prinsipal.</p> <p>23) Panitera   Pengadilan   Agama/   Mahkamah   Syar’iyah segera mengirim pencabutan tersebut ke Mahkamah Agung disertai akta pencabutan permohonan peninjauan kembali yang ditandatangani oleh Panitera Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah.</p> </div> <p> </p> <p> </p> <p> </p></div> Prosedur Pengajuan Permohonan Eksekusi 2018-09-25T10:00:05+07:00 2018-09-25T10:00:05+07:00 https://pa-bengkalis.go.id/layaanan-publik/prosedur-berperkara/prosedur-eksekusi.html SLAMET FIRDAUS, S.Akun admin@pa-bengkalis.go.id <div class="feed-description"><p style="text-align: center;"> <span style="text-decoration-line: underline; color: #666666; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 16px; font-weight: bold; text-align: center;">Prosedur Pengajuan Permohonan Eksekusi</span></p> <p style="text-align: justify;"> </p> <div class="entry-content clearfix" style="text-align: justify;"> <p><strong>Eksekusi Putusan</strong></p> <p>1)   Apabila pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan isi putusan secara suka rela,  maka pihak  yang  menang dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Agama yang memutus perkara.</p> <p>2)   Asas Eksekusi</p> <p>a)  Putusan  telah  berkekuatan  hukum tetap,  kecuali putusan serta merta, putusan provisi dan eksekusi berdasarkan <em>groze akte </em>(Pasal 191 RBg / Pasal 180 HIR dan Pasal 250 RBg / Pasal 224 HIR ).</p> <p>b)   Putusan tidak dijalankan secara sukarela.</p> <p>c)   Putusan mengandung amar <em>condemnatoir </em>(menghukum).</p> <p>d)   Eksekusi  dipimpin oleh  Ketua Pengadilan  Agama dan dilaksanakan oleh Panitera.</p> <p>3)   Eksekusi terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu :</p> <p>a) Eksekusi riil dapat berupa pengosongan, penyerahan, pembagian, pembongkaran, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dan memerintahkan atau menghentikan sesuatu perbuatan (Pasal 218 ayat (2) RBg / Pasal 200 ayat (11) HIR / Pasal 1033 Rv).</p> <p>b)   Eksekusi    pembayaran    sejumlah   uang   (<em>executie    verkoof</em>)   dilakukan melalui mekanisme lelang (Pasal 208 RBg  / Pasal 196 HIR).</p> <p>4)   Prosedur Eksekusi</p> <p>a)   Pemohon    mengajukan    permohonan    eksekusi    dan mekanismenya sebagaimana diatur dalam pola bindalmin dan peraturan terkait.</p> <p>b)   Ketua Pengadilan Agama menerbitkan penetapan untuk <em>aanmaning</em>, yang berisi perintah kepada Jurusita supaya memanggil Termohon eksekusi hadir pada sidang <em>aanmaning</em>.</p> <p>c)   Jurusita/Jurusita Pengganti memanggil Termohon eksekusi.</p> <p>d)   Ketua  Pengadilan  Agama  melaksanakan  <em>aanmaning  </em>dengan  sidang  insidentil  yang  dihadiri  oleh  Ketua,  Panitera  dan Termohon eksekusi. Dalam sidang <em>aanmaning </em>tersebut :</p> <p>(1)  Seyogyanya Pemohon eksekusi dipanggil untuk hadir.</p> <p>(2)    Ketua    Pengadilan   Agama   menyampaikan   peringatan supaya dalam tempo 8 (delapan) hari dari hari setelah peringatan Termohon eksekusi melakukan isi putusan.</p> <p>(3)  Panitera  membuat  berita  acara  sidang  <em>aanmaning  </em>dan ditandatangani oleh Ketua dan Panitera.</p> <p>e)  Apabila   dalam   tempo   8  (delapan)  hari   setelah   peringatan,   Pemohon eksekusi melaporkan bahwa Termohon eksekusi belum  melaksanakan isi  putusan,  Ketua  Pengadilan Agama menerbitkan penetapan perintah eksekusi.</p> <p>5)   Dalam  hal  eksekusi  putusan  Pengadilan  Agama  /  Mahkamah Syar’iyah yang objeknya berada di luar wilayah hukumnya, maka Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah yang bersangkutan meminta bantuan kepada Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah yang mewilayahi objek eksekusi tersebut dalam bentuk penetapan. Selanjutnya, Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah yang diminta bantuan menerbitkan surat penetapan yang berisi perintah kepada Paniera / Jurusita agar melaksanakan eksekusi di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah  tersebut.  (Surat  Edaran  Mahkamah  Agung  Nomor  01 Tahun 2010, butir 1).</p> <p>6)   Dalam hal eksekusi tersebut pada butir (5), diajukan  perlawanan  baik   dari   Pelawan   tersita   maupun   dari   pihak   ketiga,   untuk perlawanan tersebut diajukan dan diperiksa serta diputus oleh Pengadilan Agama /  Mahkamah Syar’iyah yang diminta bantuan (Pasal 206 ayat (6) RBg / Pasal 195 ayat (6) HIR dan butir (2) Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2010).</p> <p>7)   Dalam hal Pelawan dalam perlawanannya meminta agar eksekusi tersebut pada butir (6) di atas ditangguhkan,maka yang berwenang menangguhkan atau tidak menangguhkan eksekusi itu adalah Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah yang diminta bantuannya, sebagai pejabat yang memimpin eksekusi, dengan ketentuan bahwa dalam jangka waktu 2 x 24 jam melaporkan secara tertulis kepada Ketua Pengadilan Agama yang meminta bantuan tentang segala upaya  yang  telah  dijalankan  olehnya  termasuk  adanya penangguhan eksekusi tersebut (Pasal  206  ayat  (5)  dan  (7)  RBg  / Pasal 195 ayat (5) dan (7) HIR serta  butir  3  Surat  Edaran Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2010).</p> <p>8)   Dalam  hal  pelaksanaan  putusan  mengenai  suatu  perbuatan,  apabila  tidak dilaksanakan secara sukarela, harus dinilai dalam sejumlah uang (Pasal 259 RBg / Pasal 225 HIR) yang teknis pelaksanaannya seperti eksekusi pembayaran sejumlah uang,</p> <p>9)   Jika  Termohoan tidak  mau  melaksanakan putusan  tersebut dan Pengadilan tidak bisa melaksanakan walau dengan bantuan alat negara, maka Pemohon dapat mengajukan kepada Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah agar   Termohon membayar sejumlah uang, yang nilainya sepadan dengan perbuatan yang harus dilakukan oleh Termohon.</p> <p>10) Ketua   Pengadilan   Agama   wajib   memanggil   dan   mendengar Termohon eksekusi dan apabila diperlukan dapat meminta keterangan dari seorang ahli di bidang tersebut.</p> <p>11) Penetapan  jumlah   uang   yang   harus  dibayar   oleh  Termohon dituangkan dalam penetapan Ketua Pengadilan Agama.</p> <p>12) Apabila putusan untuk membayar sejumlah uang tidak dilaksanakan secara  sukarela,  makaakan dilaksanakan dengan  cara  melelang barang milik pihak yang dikalahkan (Pasal 214 s/d Pasal 224 RBg / Pasal 200 HIR).</p> <p>13) Putusan yang  menghukum Tergugat untuk menyerahkan sesuatu  barang, misalnya sebidang tanah, dilaksanakan oleh Jurusita, apabila perlu dengan bantuan alat kekuasaan negara.</p> <p>14) Eksekusi tidak bisa dilakukan kedua kalinya apabila barang yang dieksekusi telah diterima oleh Pemohon eksekusi, namun diambil kembali oleh tereksekusi.</p> <p>15) Upaya  yang  dapat  ditempuh  oleh  yang  bersangkutan  adalah melaporkan hal tersebut di atas kepada pihak yang berwajib (pihak kepolisian) atau mengajukan gugatan untuk memperoleh kembali barang (tanah/rumah tersebut).</p> <p>16) Putusan Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah atas gugatan penyerobotan tersebut apabila diminta dalam petitum, dapat dijatuhkan  putusan  serta  merta  atas  dasar  sengketa  <em>bezit </em>/ Kedudukan berkuasa.</p> <p>17) Jika  suatu  perkara  yang  telah  berkekuatan  hukum  tetap  telah dilaksanakan (dieksekusi) atas suatu barang dengan eksekusi riil, tetapi kemudian putusan yang berkekuatan hukum tetap tersebut dibatalkan oleh putusan peninjauan kembali, maka barang yang telah diserahkan kepada proses gugatan kepada pemilik semula sebagai pemulihan hak.</p> <p>18) Pemulihan  hak  diajukan  Pemohon  kepada  Ketua  Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah.</p> <p>19) Eksekusi pemulihan hak dilakukan menurut tata cara eksekusi riil. Apabila barang tersebut sudah dialihkan kepada pihak lain, Termohon eksekusi dapat mengajukan gugatan ganti rugi senilai objek miliknya.</p> <p>20) Apabila putusan belum berkekuatan hukum tetap, kemudian terjadi perdamaian di luar Pengadilan yang mengesampingkan amar putusan  dan  ternyata  perdamaian  itu  diingkari  oleh  salah  satu pihak, maka yang dieksekusi adalah amar putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.</p> <p><strong>Eksekusi <em>Grosse</em> Akta</strong></p> <p>1)   Sesuai  Pasal 258 RBg / Pasal 224 HIR ada dua macam <em>grosse </em>yang mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu<em>grosse </em>akta hipotik dan surat-surat utang.</p> <p>2)    <em>Grosse  </em>adalah  salinan  pertama  dan  akta  autentik  salinan  pertama  ini diberikan kepada kreditur.</p> <p>3)    Oleh  karena  salinan  pertama  dan  atas  pengakuan  utang  yang dibuat oleh notaris mempunyai kekuatan eksekusi, maka salinan pertama  ini  harus  ada  kepala  irah-irah  yang  berbunyi  “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Salinan lainnya yang  diberikan kepada debitur  tidak  memakai kepala  /  irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Asli dari akta (minit) disimpan oleh notaris dalam arsip dan tidak memakai kepala / irah-irah.</p> <p>4)   <em>Grosse </em>atas pengakuan utang yang berkepala “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, oleh notaris diserahkan kepada kreditor yang dikemudian hari bisa diperlukan dapat langsung dimohonkan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Agama.</p> <p>5)    Eksekusi   berdasarkan   <em>grosse  </em>akta   pengakuan  utang  <em>fixed  loan  </em>hanya dapat dilaksanakan, apabila debitur sewaktu ditegur, membenarkan jumlah utangnya itu.</p> <p>6)   Apabila debitur membantah jumlah utang  tersebut,  dan  besarnya utang menjadi tidak  <em>fixed</em>, maka eksekusi tidak  bisa dilanjutkan. Kreditur, yaitu bank untuk dapat mengajukan tagihannya harus melalui suatu gugatan, yang dalam hal ini, apabila syarat-syarat terpenuhi, dapat dijatuhkan putusan serta merta.</p> <p>7)   Pasal 14 Undang-undang Pelepas Uang (<em>Geldschieters Ordonantie</em>, S. 1938-523), melarang notaris membuat atas pengakuan utang dan mengeluarkan   <em>grosse   </em>aktanya   untuk   perjanjian   utang-piutang dengan seorang pelepas uang.</p> <p>8)     Pasal 258 RBg / Pasal 224 HIR, tidak  berlaku  untuk <em>grosse </em>akta  semacam ini.</p> <p>9)   <em>Grosse </em>akta pengakuan utang yang diatur dalam Pasal 258 RBg / Pasal 224 HIR, adalah sebuah surat yang dibuat oleh notaris antara alamiah / badan hukum yang dengan kata-kata sederhana yang bersangkutan mengaku, berhutang uang sejumlah tertentu dan ia berjanji akan mengembalikan uang itu dalam waktu tertentu, misalnya dalam waktu 6 (enam) bulan, dengan disertai bunga sebesar 2 % sebulan).</p> <p>10)  Jumlah yang sudah pasti dalam surat  pengakuan utang  bentuknya sangat sederhana dan tidak dapat ditambahkan persyaratan- persyaratan lain.</p> <p>11)   Kreditur  yang  memegang  <em>grosse  </em>atas  pengakuan  utang  yang berkepala  “Demi  Keadilan  Berdasarkan  Ketuhanan  Yang  Maha Esa”, dapat langsung memohon eksekusi kepada Ketua Pengadilan Agama yang bersangkutan dalam hal debitur ingkar janji.</p> <p><strong>Eksekusi Hak Tanggungan</strong></p> <p>1)   Pasal   1   butir   (1)   Undang-undang   Nomor   4   Tahun   1996 menyebutkan bahwa : Hak tanggungan atas tanah beserta benda- benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut “Hak Tanggungan”,  adalah  jaminan  yang  dibebankan  pada  hak  atas tanah  sebagaimana  dimaksud  dalam  Undang-undang  Nomor  5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah milik, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.</p> <p>2)   Pemberian    hak    tanggungan    didahului    dengan    janji    untuk memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian   lainnya   yang   menimbulkan   utang   tersebut,   dan pemberian hak tanggungan tersebut dilakukan dengan pembuatan akta pemberian hak tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) (Pasal 10 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996).</p> <p>3)   Pemberian   hak   tanggungan   wajib   didaftarkan   pada   Kantor Pertanahan,  dan  sebagai  bukti  adanya  hak  tanggungan, kantor pendaftaran tanah menerbitkan sertifikat hak tanggungan yang memuat  irah-irah  “Demi  Keadilan  Berdasarkan Ketuhanan  Yang Maha Esa” (Pasal 13 ayat (1), Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang- undang Nomor 4 Tahun 1996).</p> <p>4)   Sertifikat hak tanggugang mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan apabila debitur cidera janji maka berdasarkan titel eksekutorial   yang   terdapat   dalam   sertifikat   hak   tanggungan tersebut, pemegang hak tanggungan mohon eksekusi sertifikat hak tanggungan kepada  Ketua  Pengadilan Agama  yang  berwenang. Kemudian eksekusi akan dilakukan seperti eksekusi putusan yang telah bekekuatan hukum tetap.</p> <p>5)   Atas   kesepakatan   pemberi   dan   pemegang   hak   tanggungan, penjualan objek hak tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan, jika  dengan demikian itu  akan diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak  (Pasal 20  ayat  (2)  Undang- undang Nomor 4 Tahun 1996).</p> <p>6)   Pelaksanaan penjualan di bawah tangan tersebut hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang hak tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit- dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau  media  massa  setempat,  serta  tidak  ada pihak yang menyatakan keberatan (Pasal 20 ayat (3) Undang- undang Nomor 4 Tahun 1996).</p> <p>7)   Surat Kuasa membebankan hak tanggungan wajib dibuat dengan akta notaris atau akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:</p> <p>a)   Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain dari pada membebankan hak tanggungan.</p> <p>b)   Tidak memuat kuasa substitusi.</p> <p>c)   Mencantumkan  secara  jelas  objek  hak  tanggungan,  jumlah utang dan nama serta identitas kreditornya, nama dan identitas debitur apabila debitur bukan pemberi hak tanggungan.</p> <p>8)   Eksekusi hak tanggungan dilaksanakan seperti eksekusi putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.</p> <p>9)   Eksekusi dimulai dengan teguran dan berakhir dengan pelelangan tanah yang dibebani dengan hak tanggungan.</p> <p>10) Setelah dilakukan pelelangan terhadap tanah yang dibebani hak tanggungan  dan  uang  hasil  lelang  diserahkan  kepada  kreditur, maka hak tanggungan yang membebani tanah tersebut akan diroya dan tanah tersebut akan diserahkan secara bersih, dan bebas dari semua beban, kepada pembeli lelang.</p> <p>11) Jika    terlelang  tidak  mau  meninggalkan  tanah  tersebut,  maka berlakulah ketentuan yang terdapat dalam Pasal 218 ayat (2) RBg / Pasal 200 ayat (11) HIR.</p> <p>12) Hal ini  berbeda  dengan  penjualan  berdasarkan  janji  untuk  menjual atas kekuasaan sendiri berdasarkan Pasal 1178 (2) BW, dan Pasal 11 ayat (2e) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 yang juga dilakukan melaluio pelelangan oleh Kantor Lelang Negara atas permohonan pemegang hak tanggungan pertama. Janji ini hanya berlaku untuk  pemegang hak  tanggungan pertama saja. Apabila pemegang hak tanggungan pertama telah membuat janji untuk tidak dibersihkan (Pasal 1210 BW dan Pasal 11 ayat (2j) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan), maka apabila ada hak tanggungan lain- lainnya dan hasil lelang tidak cukup untuk membayar semua hak tanggungan yang membebani tanah yang bersangkutan, maka hak tanggungan yang tidak terbayar itu, akan tetap membebani persil yang bersangkutan, meskipun sudah dibeli oleh pembeli dan pelelangan yang sah. Jadi pembeli lelang memperoleh tanah tersebut dengan beban-beban hak tanggungan yang belum  terbayar. Terlelang tetap harus meninggalkan tanah tersebut dan apabila ia membangkang, ia dan keluarganya, akan dikeluarkan dengan paksa.</p> <p>13) Dalam  hal  lelang  telah  diperintahkan  oleh   Ketua  Pengadilan  Agama / Mahkamah Syar’iyah, maka lelang tersebut hanya dapat ditangguhkan oleh Ketua Pengadilan Agama dan tidak dapat ditangguhkan dengan alasan apapun oleh pejabat instansi lain, karena lelang yang diperintahkan oleh Ketua Pengadilan Agama dan dilaksanakan oleh Kantor Lelang Negara, adalah dalam rangka eksekusi, dan bukan merupakan putusan dari Kantor Lelang Negara.</p> <p>14) Penjualan (lelang) benda tetap harus diumumkan dua kali dengan berselang lima belas hari di harian yang terbit di kota itu atau kota yang berdekatan dengan objek yang akan dilelang (Pasal 217 RBg / Pasal 200 (7) HIR).</p> <p><strong>Eksekusi Jaminan</strong></p> <p>1)   Sesuai  dengan  ketentuan  Pasal  1  Undang-undang  Nomor  42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, butir (1), yang dimaksud dengan “fidusia” adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasan pemilik benda.</p> <p>2)  Jaminan fidusia adalah hak jamian atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khusunya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana  dimaksud  dalam  Undang-undang  Nomor  4  Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagaimana agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.</p> <p>3)   Benda objek jaminan fidusia tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek.</p> <p>4)   Pembebanan  benda  dengan  jaminan  fidusia dibuat  dengan akta  notaris dalam bahasa Indonesia yang sekurang-kurangnya memuat:</p> <p>a)   Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia.</p> <p>b)   Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia.</p> <p>c)   Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.</p> <p>d)   Nilai jaminan, dan</p> <p>e)   Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.</p> <p>5) Jaminan fidusia harus didaftarkan oleh penerima fidusia atau kuasanya kepada kantor pendaftaran fidusia, selanjutnya kantor pendaftaran fidusia  menerbitkan dan  menyerahkan kepada penerima fidusia sertifikat jaminan fidusia yang mencantumkan kata- kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.</p> <p>6)   Apabila terjadi perubahan mengenai hal-hal yang tercantum dalam sertifikat jaminan fidusia penerima fidusia wajib mengajukan permohonan pendaftaran atas perubahan tersebut kepada kantor pendaftaran fidusia, selanjutnya kantor pendaftaran fidusia menerbitkan pernyataan  perubahan  yang  merupakan  bagian  tak terpisahkan dari sertifikat jaminan fidusia.</p> <p>7)   Pemberi  fidusia  dilarang  melakukan  fidusia  ulang  terhadap  benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang sudah terdaftar.</p> <p>8)   Jaminan   fidusia   dapat   dialihkan   kepada   kreditor   baru,   dan pengalihan tersebut harus didaftarkan oleh kreditor baru kepada kantor pendaftaran fidusia.</p> <p>9)   Jika   debitur atau pemberi fidusia cedera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara :</p> <p>a) Pengalihan hak atas piutang yang dijamin dengan fidusia yang mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban penerima fidusia kepada kreditur baru.</p> <p>b)   Penjualan  benda  yang  menjadi  objek  jaminan  fidusia  atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan.</p> <p>c) Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harta tertinggi yang menguntungkan para pihak (lihat Pasal 29 Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999).</p> <p>10) Prosedur  dan  tata  cara  eksekusi  selanjutnya  dilakukan  seperti dalam eksekusi hak tanggungan.</p> </div> <p> </p> <p> </p> <p> </p></div> <div class="feed-description"><p style="text-align: center;"> <span style="text-decoration-line: underline; color: #666666; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 16px; font-weight: bold; text-align: center;">Prosedur Pengajuan Permohonan Eksekusi</span></p> <p style="text-align: justify;"> </p> <div class="entry-content clearfix" style="text-align: justify;"> <p><strong>Eksekusi Putusan</strong></p> <p>1)   Apabila pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan isi putusan secara suka rela,  maka pihak  yang  menang dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Agama yang memutus perkara.</p> <p>2)   Asas Eksekusi</p> <p>a)  Putusan  telah  berkekuatan  hukum tetap,  kecuali putusan serta merta, putusan provisi dan eksekusi berdasarkan <em>groze akte </em>(Pasal 191 RBg / Pasal 180 HIR dan Pasal 250 RBg / Pasal 224 HIR ).</p> <p>b)   Putusan tidak dijalankan secara sukarela.</p> <p>c)   Putusan mengandung amar <em>condemnatoir </em>(menghukum).</p> <p>d)   Eksekusi  dipimpin oleh  Ketua Pengadilan  Agama dan dilaksanakan oleh Panitera.</p> <p>3)   Eksekusi terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu :</p> <p>a) Eksekusi riil dapat berupa pengosongan, penyerahan, pembagian, pembongkaran, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dan memerintahkan atau menghentikan sesuatu perbuatan (Pasal 218 ayat (2) RBg / Pasal 200 ayat (11) HIR / Pasal 1033 Rv).</p> <p>b)   Eksekusi    pembayaran    sejumlah   uang   (<em>executie    verkoof</em>)   dilakukan melalui mekanisme lelang (Pasal 208 RBg  / Pasal 196 HIR).</p> <p>4)   Prosedur Eksekusi</p> <p>a)   Pemohon    mengajukan    permohonan    eksekusi    dan mekanismenya sebagaimana diatur dalam pola bindalmin dan peraturan terkait.</p> <p>b)   Ketua Pengadilan Agama menerbitkan penetapan untuk <em>aanmaning</em>, yang berisi perintah kepada Jurusita supaya memanggil Termohon eksekusi hadir pada sidang <em>aanmaning</em>.</p> <p>c)   Jurusita/Jurusita Pengganti memanggil Termohon eksekusi.</p> <p>d)   Ketua  Pengadilan  Agama  melaksanakan  <em>aanmaning  </em>dengan  sidang  insidentil  yang  dihadiri  oleh  Ketua,  Panitera  dan Termohon eksekusi. Dalam sidang <em>aanmaning </em>tersebut :</p> <p>(1)  Seyogyanya Pemohon eksekusi dipanggil untuk hadir.</p> <p>(2)    Ketua    Pengadilan   Agama   menyampaikan   peringatan supaya dalam tempo 8 (delapan) hari dari hari setelah peringatan Termohon eksekusi melakukan isi putusan.</p> <p>(3)  Panitera  membuat  berita  acara  sidang  <em>aanmaning  </em>dan ditandatangani oleh Ketua dan Panitera.</p> <p>e)  Apabila   dalam   tempo   8  (delapan)  hari   setelah   peringatan,   Pemohon eksekusi melaporkan bahwa Termohon eksekusi belum  melaksanakan isi  putusan,  Ketua  Pengadilan Agama menerbitkan penetapan perintah eksekusi.</p> <p>5)   Dalam  hal  eksekusi  putusan  Pengadilan  Agama  /  Mahkamah Syar’iyah yang objeknya berada di luar wilayah hukumnya, maka Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah yang bersangkutan meminta bantuan kepada Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah yang mewilayahi objek eksekusi tersebut dalam bentuk penetapan. Selanjutnya, Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah yang diminta bantuan menerbitkan surat penetapan yang berisi perintah kepada Paniera / Jurusita agar melaksanakan eksekusi di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah  tersebut.  (Surat  Edaran  Mahkamah  Agung  Nomor  01 Tahun 2010, butir 1).</p> <p>6)   Dalam hal eksekusi tersebut pada butir (5), diajukan  perlawanan  baik   dari   Pelawan   tersita   maupun   dari   pihak   ketiga,   untuk perlawanan tersebut diajukan dan diperiksa serta diputus oleh Pengadilan Agama /  Mahkamah Syar’iyah yang diminta bantuan (Pasal 206 ayat (6) RBg / Pasal 195 ayat (6) HIR dan butir (2) Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2010).</p> <p>7)   Dalam hal Pelawan dalam perlawanannya meminta agar eksekusi tersebut pada butir (6) di atas ditangguhkan,maka yang berwenang menangguhkan atau tidak menangguhkan eksekusi itu adalah Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah yang diminta bantuannya, sebagai pejabat yang memimpin eksekusi, dengan ketentuan bahwa dalam jangka waktu 2 x 24 jam melaporkan secara tertulis kepada Ketua Pengadilan Agama yang meminta bantuan tentang segala upaya  yang  telah  dijalankan  olehnya  termasuk  adanya penangguhan eksekusi tersebut (Pasal  206  ayat  (5)  dan  (7)  RBg  / Pasal 195 ayat (5) dan (7) HIR serta  butir  3  Surat  Edaran Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2010).</p> <p>8)   Dalam  hal  pelaksanaan  putusan  mengenai  suatu  perbuatan,  apabila  tidak dilaksanakan secara sukarela, harus dinilai dalam sejumlah uang (Pasal 259 RBg / Pasal 225 HIR) yang teknis pelaksanaannya seperti eksekusi pembayaran sejumlah uang,</p> <p>9)   Jika  Termohoan tidak  mau  melaksanakan putusan  tersebut dan Pengadilan tidak bisa melaksanakan walau dengan bantuan alat negara, maka Pemohon dapat mengajukan kepada Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah agar   Termohon membayar sejumlah uang, yang nilainya sepadan dengan perbuatan yang harus dilakukan oleh Termohon.</p> <p>10) Ketua   Pengadilan   Agama   wajib   memanggil   dan   mendengar Termohon eksekusi dan apabila diperlukan dapat meminta keterangan dari seorang ahli di bidang tersebut.</p> <p>11) Penetapan  jumlah   uang   yang   harus  dibayar   oleh  Termohon dituangkan dalam penetapan Ketua Pengadilan Agama.</p> <p>12) Apabila putusan untuk membayar sejumlah uang tidak dilaksanakan secara  sukarela,  makaakan dilaksanakan dengan  cara  melelang barang milik pihak yang dikalahkan (Pasal 214 s/d Pasal 224 RBg / Pasal 200 HIR).</p> <p>13) Putusan yang  menghukum Tergugat untuk menyerahkan sesuatu  barang, misalnya sebidang tanah, dilaksanakan oleh Jurusita, apabila perlu dengan bantuan alat kekuasaan negara.</p> <p>14) Eksekusi tidak bisa dilakukan kedua kalinya apabila barang yang dieksekusi telah diterima oleh Pemohon eksekusi, namun diambil kembali oleh tereksekusi.</p> <p>15) Upaya  yang  dapat  ditempuh  oleh  yang  bersangkutan  adalah melaporkan hal tersebut di atas kepada pihak yang berwajib (pihak kepolisian) atau mengajukan gugatan untuk memperoleh kembali barang (tanah/rumah tersebut).</p> <p>16) Putusan Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah atas gugatan penyerobotan tersebut apabila diminta dalam petitum, dapat dijatuhkan  putusan  serta  merta  atas  dasar  sengketa  <em>bezit </em>/ Kedudukan berkuasa.</p> <p>17) Jika  suatu  perkara  yang  telah  berkekuatan  hukum  tetap  telah dilaksanakan (dieksekusi) atas suatu barang dengan eksekusi riil, tetapi kemudian putusan yang berkekuatan hukum tetap tersebut dibatalkan oleh putusan peninjauan kembali, maka barang yang telah diserahkan kepada proses gugatan kepada pemilik semula sebagai pemulihan hak.</p> <p>18) Pemulihan  hak  diajukan  Pemohon  kepada  Ketua  Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah.</p> <p>19) Eksekusi pemulihan hak dilakukan menurut tata cara eksekusi riil. Apabila barang tersebut sudah dialihkan kepada pihak lain, Termohon eksekusi dapat mengajukan gugatan ganti rugi senilai objek miliknya.</p> <p>20) Apabila putusan belum berkekuatan hukum tetap, kemudian terjadi perdamaian di luar Pengadilan yang mengesampingkan amar putusan  dan  ternyata  perdamaian  itu  diingkari  oleh  salah  satu pihak, maka yang dieksekusi adalah amar putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.</p> <p><strong>Eksekusi <em>Grosse</em> Akta</strong></p> <p>1)   Sesuai  Pasal 258 RBg / Pasal 224 HIR ada dua macam <em>grosse </em>yang mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu<em>grosse </em>akta hipotik dan surat-surat utang.</p> <p>2)    <em>Grosse  </em>adalah  salinan  pertama  dan  akta  autentik  salinan  pertama  ini diberikan kepada kreditur.</p> <p>3)    Oleh  karena  salinan  pertama  dan  atas  pengakuan  utang  yang dibuat oleh notaris mempunyai kekuatan eksekusi, maka salinan pertama  ini  harus  ada  kepala  irah-irah  yang  berbunyi  “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Salinan lainnya yang  diberikan kepada debitur  tidak  memakai kepala  /  irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Asli dari akta (minit) disimpan oleh notaris dalam arsip dan tidak memakai kepala / irah-irah.</p> <p>4)   <em>Grosse </em>atas pengakuan utang yang berkepala “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, oleh notaris diserahkan kepada kreditor yang dikemudian hari bisa diperlukan dapat langsung dimohonkan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Agama.</p> <p>5)    Eksekusi   berdasarkan   <em>grosse  </em>akta   pengakuan  utang  <em>fixed  loan  </em>hanya dapat dilaksanakan, apabila debitur sewaktu ditegur, membenarkan jumlah utangnya itu.</p> <p>6)   Apabila debitur membantah jumlah utang  tersebut,  dan  besarnya utang menjadi tidak  <em>fixed</em>, maka eksekusi tidak  bisa dilanjutkan. Kreditur, yaitu bank untuk dapat mengajukan tagihannya harus melalui suatu gugatan, yang dalam hal ini, apabila syarat-syarat terpenuhi, dapat dijatuhkan putusan serta merta.</p> <p>7)   Pasal 14 Undang-undang Pelepas Uang (<em>Geldschieters Ordonantie</em>, S. 1938-523), melarang notaris membuat atas pengakuan utang dan mengeluarkan   <em>grosse   </em>aktanya   untuk   perjanjian   utang-piutang dengan seorang pelepas uang.</p> <p>8)     Pasal 258 RBg / Pasal 224 HIR, tidak  berlaku  untuk <em>grosse </em>akta  semacam ini.</p> <p>9)   <em>Grosse </em>akta pengakuan utang yang diatur dalam Pasal 258 RBg / Pasal 224 HIR, adalah sebuah surat yang dibuat oleh notaris antara alamiah / badan hukum yang dengan kata-kata sederhana yang bersangkutan mengaku, berhutang uang sejumlah tertentu dan ia berjanji akan mengembalikan uang itu dalam waktu tertentu, misalnya dalam waktu 6 (enam) bulan, dengan disertai bunga sebesar 2 % sebulan).</p> <p>10)  Jumlah yang sudah pasti dalam surat  pengakuan utang  bentuknya sangat sederhana dan tidak dapat ditambahkan persyaratan- persyaratan lain.</p> <p>11)   Kreditur  yang  memegang  <em>grosse  </em>atas  pengakuan  utang  yang berkepala  “Demi  Keadilan  Berdasarkan  Ketuhanan  Yang  Maha Esa”, dapat langsung memohon eksekusi kepada Ketua Pengadilan Agama yang bersangkutan dalam hal debitur ingkar janji.</p> <p><strong>Eksekusi Hak Tanggungan</strong></p> <p>1)   Pasal   1   butir   (1)   Undang-undang   Nomor   4   Tahun   1996 menyebutkan bahwa : Hak tanggungan atas tanah beserta benda- benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut “Hak Tanggungan”,  adalah  jaminan  yang  dibebankan  pada  hak  atas tanah  sebagaimana  dimaksud  dalam  Undang-undang  Nomor  5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah milik, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.</p> <p>2)   Pemberian    hak    tanggungan    didahului    dengan    janji    untuk memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian   lainnya   yang   menimbulkan   utang   tersebut,   dan pemberian hak tanggungan tersebut dilakukan dengan pembuatan akta pemberian hak tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) (Pasal 10 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996).</p> <p>3)   Pemberian   hak   tanggungan   wajib   didaftarkan   pada   Kantor Pertanahan,  dan  sebagai  bukti  adanya  hak  tanggungan, kantor pendaftaran tanah menerbitkan sertifikat hak tanggungan yang memuat  irah-irah  “Demi  Keadilan  Berdasarkan Ketuhanan  Yang Maha Esa” (Pasal 13 ayat (1), Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang- undang Nomor 4 Tahun 1996).</p> <p>4)   Sertifikat hak tanggugang mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan apabila debitur cidera janji maka berdasarkan titel eksekutorial   yang   terdapat   dalam   sertifikat   hak   tanggungan tersebut, pemegang hak tanggungan mohon eksekusi sertifikat hak tanggungan kepada  Ketua  Pengadilan Agama  yang  berwenang. Kemudian eksekusi akan dilakukan seperti eksekusi putusan yang telah bekekuatan hukum tetap.</p> <p>5)   Atas   kesepakatan   pemberi   dan   pemegang   hak   tanggungan, penjualan objek hak tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan, jika  dengan demikian itu  akan diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak  (Pasal 20  ayat  (2)  Undang- undang Nomor 4 Tahun 1996).</p> <p>6)   Pelaksanaan penjualan di bawah tangan tersebut hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang hak tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit- dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau  media  massa  setempat,  serta  tidak  ada pihak yang menyatakan keberatan (Pasal 20 ayat (3) Undang- undang Nomor 4 Tahun 1996).</p> <p>7)   Surat Kuasa membebankan hak tanggungan wajib dibuat dengan akta notaris atau akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:</p> <p>a)   Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain dari pada membebankan hak tanggungan.</p> <p>b)   Tidak memuat kuasa substitusi.</p> <p>c)   Mencantumkan  secara  jelas  objek  hak  tanggungan,  jumlah utang dan nama serta identitas kreditornya, nama dan identitas debitur apabila debitur bukan pemberi hak tanggungan.</p> <p>8)   Eksekusi hak tanggungan dilaksanakan seperti eksekusi putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.</p> <p>9)   Eksekusi dimulai dengan teguran dan berakhir dengan pelelangan tanah yang dibebani dengan hak tanggungan.</p> <p>10) Setelah dilakukan pelelangan terhadap tanah yang dibebani hak tanggungan  dan  uang  hasil  lelang  diserahkan  kepada  kreditur, maka hak tanggungan yang membebani tanah tersebut akan diroya dan tanah tersebut akan diserahkan secara bersih, dan bebas dari semua beban, kepada pembeli lelang.</p> <p>11) Jika    terlelang  tidak  mau  meninggalkan  tanah  tersebut,  maka berlakulah ketentuan yang terdapat dalam Pasal 218 ayat (2) RBg / Pasal 200 ayat (11) HIR.</p> <p>12) Hal ini  berbeda  dengan  penjualan  berdasarkan  janji  untuk  menjual atas kekuasaan sendiri berdasarkan Pasal 1178 (2) BW, dan Pasal 11 ayat (2e) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 yang juga dilakukan melaluio pelelangan oleh Kantor Lelang Negara atas permohonan pemegang hak tanggungan pertama. Janji ini hanya berlaku untuk  pemegang hak  tanggungan pertama saja. Apabila pemegang hak tanggungan pertama telah membuat janji untuk tidak dibersihkan (Pasal 1210 BW dan Pasal 11 ayat (2j) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan), maka apabila ada hak tanggungan lain- lainnya dan hasil lelang tidak cukup untuk membayar semua hak tanggungan yang membebani tanah yang bersangkutan, maka hak tanggungan yang tidak terbayar itu, akan tetap membebani persil yang bersangkutan, meskipun sudah dibeli oleh pembeli dan pelelangan yang sah. Jadi pembeli lelang memperoleh tanah tersebut dengan beban-beban hak tanggungan yang belum  terbayar. Terlelang tetap harus meninggalkan tanah tersebut dan apabila ia membangkang, ia dan keluarganya, akan dikeluarkan dengan paksa.</p> <p>13) Dalam  hal  lelang  telah  diperintahkan  oleh   Ketua  Pengadilan  Agama / Mahkamah Syar’iyah, maka lelang tersebut hanya dapat ditangguhkan oleh Ketua Pengadilan Agama dan tidak dapat ditangguhkan dengan alasan apapun oleh pejabat instansi lain, karena lelang yang diperintahkan oleh Ketua Pengadilan Agama dan dilaksanakan oleh Kantor Lelang Negara, adalah dalam rangka eksekusi, dan bukan merupakan putusan dari Kantor Lelang Negara.</p> <p>14) Penjualan (lelang) benda tetap harus diumumkan dua kali dengan berselang lima belas hari di harian yang terbit di kota itu atau kota yang berdekatan dengan objek yang akan dilelang (Pasal 217 RBg / Pasal 200 (7) HIR).</p> <p><strong>Eksekusi Jaminan</strong></p> <p>1)   Sesuai  dengan  ketentuan  Pasal  1  Undang-undang  Nomor  42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, butir (1), yang dimaksud dengan “fidusia” adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasan pemilik benda.</p> <p>2)  Jaminan fidusia adalah hak jamian atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khusunya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana  dimaksud  dalam  Undang-undang  Nomor  4  Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagaimana agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.</p> <p>3)   Benda objek jaminan fidusia tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek.</p> <p>4)   Pembebanan  benda  dengan  jaminan  fidusia dibuat  dengan akta  notaris dalam bahasa Indonesia yang sekurang-kurangnya memuat:</p> <p>a)   Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia.</p> <p>b)   Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia.</p> <p>c)   Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.</p> <p>d)   Nilai jaminan, dan</p> <p>e)   Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.</p> <p>5) Jaminan fidusia harus didaftarkan oleh penerima fidusia atau kuasanya kepada kantor pendaftaran fidusia, selanjutnya kantor pendaftaran fidusia  menerbitkan dan  menyerahkan kepada penerima fidusia sertifikat jaminan fidusia yang mencantumkan kata- kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.</p> <p>6)   Apabila terjadi perubahan mengenai hal-hal yang tercantum dalam sertifikat jaminan fidusia penerima fidusia wajib mengajukan permohonan pendaftaran atas perubahan tersebut kepada kantor pendaftaran fidusia, selanjutnya kantor pendaftaran fidusia menerbitkan pernyataan  perubahan  yang  merupakan  bagian  tak terpisahkan dari sertifikat jaminan fidusia.</p> <p>7)   Pemberi  fidusia  dilarang  melakukan  fidusia  ulang  terhadap  benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang sudah terdaftar.</p> <p>8)   Jaminan   fidusia   dapat   dialihkan   kepada   kreditor   baru,   dan pengalihan tersebut harus didaftarkan oleh kreditor baru kepada kantor pendaftaran fidusia.</p> <p>9)   Jika   debitur atau pemberi fidusia cedera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara :</p> <p>a) Pengalihan hak atas piutang yang dijamin dengan fidusia yang mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban penerima fidusia kepada kreditur baru.</p> <p>b)   Penjualan  benda  yang  menjadi  objek  jaminan  fidusia  atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan.</p> <p>c) Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harta tertinggi yang menguntungkan para pihak (lihat Pasal 29 Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999).</p> <p>10) Prosedur  dan  tata  cara  eksekusi  selanjutnya  dilakukan  seperti dalam eksekusi hak tanggungan.</p> </div> <p> </p> <p> </p> <p> </p></div>